Mulai tulisan ini dan kedepan,
penulis akan lebih banyak menyampaikan suatu pengalaman dan perenungan
kehidupan dalam keseharian sebagai tangan tangan Hyang Widhi dengan harapan
pengalaman diri ini tidak hanya difahami sendiri namun bisa berguna juga buat
fihak lain. Kali ini kita coba mengenal suatu alasan kenapa kita lahir kedunia
dalam kehidupan nyata yang dibali disebut numadi, numitis, atau punarbhawa.
Alasan kita lahir kembali adalah karena Atma yang merupakan percikan Hyang
Widhi masih diliputi oleh karma wasana sehingga atman yang diliputi oleh karma
wasana ini disebut juga badan Antahkarana. Jadi Karma yang kita perbuat
dikelahiran terdahulu telah membawa kita lahir kembali kedunia. Dengan demikian
hal pertama yang perlu kita sadari dan terima dengan kepasrahan adalah jalani
karma kita dengan baik, buka hati dengan suatu kesadaran untuk melunasi hutang
karma yang kita bawa, karena sesungguhnya Hidup adalah Menjalani Karma. Setiap
kelahiran manusia membawa karmanya sendiri dengan bobot yang berbeda, ajaran
Hindu menyebut Karma itu ada tiga macam wujudnya yaitu : Sancita Karma,
Pararabda Karma dan Kriyamana Karma, dalam tulisan ini perumpamaan disampaikan
lewat Sancita karma yaitu perbuatan pada kelahiran dulu yang kita nikmati pada
kelahiran sekarang. Lalu bagaimana bentuk karma itu menyelimuti diri kita dalam
kehidupan kini? Tidak ada penjelasan yang bisa kita jadikan rujukan yang pasti,
namun ada yang bisa kita rasakan dan lihat dalam kehidupan nyata yaitu karma
itu kita jalani lewat : Bentuk fisik yang tidak sempurna, psychis atau kejiwaan
yang tidak damai, sampai kepada seret (tidak lancar) rejeki dalam kehidupan. Karma
ibarat jembatan yang harus kita lalui karena jika jembatan tidak kita lalui,
maka kita tidak akan sampai kepada tujuan yaitu menyatunya atman dengan
brahman. Karma juga ibarat anak panah yang sekali dilepas dari busurnya maka
akan mengenai sasaran atau padanan dalam kehidupan adalah karma pasti terjadi
sesuai ajaran Panca Sradha. Itulah sebabnya ketika karma dilalui lewat
penderitaan hidup, sakit, ketidak damaian, fisik tidak sempurna serta seretnya
rejeki, maka yang paling penting dan pokok harus ditanamkan dalam batin adalah
terimalah hal itu sebagai bagian dari karma yang kita buat sendiri pada kelahiran
sebelumnya, dengan demikian kita tidak menentang hidup dan malah menjalani
hidup dengan penuh kesadaran diri.
Dalam banyak kasus, kesadaran akan karma ini
tidak bisa membuat kita menerima dengan sadar diri namun menyalahkan fihak
lain, orang tua, malah Hyang Widhi sehingga tidak sedikit yang kemudian justru
menjauhkan diri dari Hyang Widhi atau dalam beberapa kasus di bali sampai
berani merusak pelinggih atau sthana Hyang Widhi, ini sudah keterlaluan. Weda
menyebut, bahwa ”jika engkau datang kehadapan KU satu langkah, maka AKU akan
datang kepadamu sepuluh langkah”, lalu bagaimana kalau kita justru menjauh dari
Hyang widhi satu langkah, maka kita akan semakin jauh dari Hyang Widhi dan akan
semakin terpuruk dan jauh dari kedamaian hati. Bentuk karma yang kita alami
semestinya ada pinudenya/antinya (ada cara mengatasinya) misalnya ketika kita
menjalani karma melalui seret rejeki, maka me-punialah, disinilah manusia
sering bertentangan batin, bagaimana bisa memberikan punia sementara untuk diri
sendiri saja kita tidak cukup, apakah sudah separah itu?. Prinsif punia adalah
ketulusan, sehingga nilai bukan yang utama sesuaikan dengan kemampuan diri, hal
lain yang juga penting, bahwa punia yang benar adalah yang tepat/efektif,
sebagai contoh ketika bertemu petani, maka berikan cangkul, ketika melihat anak
tidak sekolah berikan buku atau bantu memperoleh pendidikan, ketika tidak
memiliki dana, maka punialah dengan tenaga, jnana/pengetahuan, dan bentuk
lainnya, dengan demikian dikelahiran sekarang kita sudah menyetop karma negatif
dan memulainya dengan karma positif.
Pertanyaan berikut, apakah kita hanya
pasrah saja menjalani Karma ? tentu itu saja tidak cukup, yang perlu segera
kita lakukan adalah ”Memutus Karma”, bagaimana hal itu bisa dilakukan ?.
Sebagai perumpamaan, ketika dikehidupan sekarang kita memiliki kebiasaan
negatif misalnya berjudi atau main perempuan, maka stop untuk tidak
melakukannya lagi, ini agar kita secara pribadi tidak terikat oleh karma
negatif itu dan juga keturunan kita tidak mewarisi hal buruk yang kita lakukan.
Memutus karma ini sangat penting bagi kita untuk dilakukan karena ada
kecendrungan, bahwa kita justru tidak mampu mengendalikan diri untuk memutus karma
negatif ini. Faktor kebingungan/kegelapan di Jaman kali yuga ini bisa jadi
adalah penyebabnya sehingga manusia cendrung hidup dalam kegelapan, namun bukan
berarti penerangan hidup tidak ada, itulah sebabnya kesadaran akan hidup
menjalani karma menjadi penting untuk kita jadikan pedoman, dan berjuanglah
segera untuk memutus karma agar kita tidak diikat oleh karma negatif yang
diakibatkan oleh kegelapan di jaman kali yuga ini.
Akhir kata, kesadaran akan karma
adalah sebuah obor yang harus kita jaga agar tetap menyala dan mampu menerangi
jalan kita kedepan, setiap manusia akan perlu berusaha keras, tidak perduli
apakah mereka rohaniawan, pandita, atau manusia pada umumnya semua perlu usaha
agar kesadaran ini menjadi bagian dari kehidupan sehingga kita memperoleh
kedamaian, moksartham jagaditha. Om Ksama sampurna ya namah
Penulis,
JMk Nyoman Sukadana
Gn.Rinjani-Paket Agung-Singaraja
29-05-2015