Senin, Februari 14, 2011

RUWATAN SANG PANDITA


”Amretistha” yang untuk manusia juga disebut Samskara atau penyucian diri, merupakan sesuatu yang penting buat diri kita (bhuwana alit) maupun alam semesta (bhuwana agung). Dalam Pitra yadnya penyucian diri (Samskara) ini disebut ”Ngaskara”. Di Jawa adala istilah ”Ruwatan” yaitu suatu usaha untuk pembersihan diri (cleansing) dari marabahaya atau kesialan yang menimpa dirinya. Dalam artian yang lebih luas ada istilah ”Wishuda Bumi” yang bermakna pensucian alam semesta beserta isinya. Sehari menjelang hari raya Nyepi (Tahun baru Saka) biasanya juga ada aktifitas pensucian alam semesta dan alam micro (Bhuwana alit) berujud simbol-simbol mengusir bhutakala. Jadi jika kita amati dengan baik, maka aktifitas yadnya yang bertujuan pensucian ini sesungguhnya dilakukan hampir setiap hari oleh umat Hindu baik dalam kegiatan Piodalan, purnama-tilem, ataupun sembahyang harian, berupa doa/puja mantra atau dengan sarana upakara/banten. Dalam aktifitas yadnya yang lebih lengkap seperti piodalan atau purnama-tilem, selalu ada upacara penyucian/pembersihan dengan upakaranya berupa banten : bayakaon, durmenggala, dan prayascitta, dimana semuanya bertujuan untuk mensucikan ’tri loka” baik dalam wujud alam semesta maupun diri manusia. ”Bayakaon” yang berasal dari kata baya (marabahaya) dan kaon (menghilangkan) dimaksudkan menghilangkan marabahaya dengan panugraha dari Sanghyang Agni (Api) sehingga banten bayakaon dengan ciri warna merah misalnya Andong. Merah juga bermakna bayu atau aktifitas sehingga pada diri manusia tujuan dari bayakaon ini adalah untuk memperbaiki prilaku. Bayakaon ditujukan juga untuk mensucikan Bhurloka, sehingga dalam prakteknya dijalankan arah bawah (sor) dan pada manusia dikaki (pusar kebawah). ”Durmenggala” dari kata Dur (menjauhkan) dan Mangala/bregala yang berarti unek-unek, jadi durmenggala bermakna menjauhkan segala unek-unek (pikobet-pikobet) yang negatif. Ciri utama banten durmenggala adalah warna hijau (slepan) atau warna hitam, sebagai panugraha dari Dewa Wisnu dalam wujudnya sebagai Bhagawan Hari penguasa air. Pada diri manusia durmenggala bertujuan membersihkan/mensucikan perkataan, dalam bhuwana agung untuk pensucikan Bwah Loka dan dalam pelaksanaannya dijalankan kearah dada. ”Prayascitta” berasal dari Pra (sebelum) dan citta (pikiran), jadi bermakna mensucikan pikiran. Prayascitta memohon panugraha Dewa Iswara dalam wujud sebagai Bhagawan Isa. Sebagai pensucian alam semesta, maka ditujukan kepada Svah Loka dan pada diri manusia untuk mensucikan Idep/pikiran. Dalam prakteknya banten ini dijalankan/diarahkan ke-kepala.

Praktek pembersihan/pensucian dengan sarana banten ini bisa dilakukan oleh Pemangku juga oleh Pandita. Seorang Pandita/Brahmana yang selalu melakukan Lokaphalasraya, ber-darmawaca, menuntun umat akan hakekat kebenaran, ternyata juga mempunyai fungsi penting dalam menjaga kesucian alam semesta. Terkait hal itu, maka dalam lontar “Eka Pratama” disebutkan : Sang Brahmana Aji (Hyang Whidi) memiliki tiga Putra : Sang Siwa dengan senjata Agni Anglayang bertugas Amretistha (membersihkan) Akasa, Sang Bodha dengan Agni Sara bertugas Amretistha Pawana (Atmosfir) dan Sang Bujangga dengan Agni Sinara Rasa Amretistha Sarwa Prani (alam dan isinya/Prani=mahluk hidup), ketiganya disebut “Sang Katrini Katon”, yang kemudian dikenal dengan “Tri Sadaka. “Sadaka” artinya orang yang sudah mampu merealisasikan ajaran Weda dalam hidupnya, sehingga Sadaka ini lebih tepat diberikan kepada siapa saja yang mampu bukan hanya Pandita. Dalam aplikasinya fungsi amretistha ini dilakukan oleh : Pedanda Siwa, Pedanda Budha dan Bujangga. Lontar Eka Pratama ini ada bahkan sebelum ada Pedanda (sebelum abad XV). Kemudian ada istilah “Sarwa Sadaka” yang menegaskan semua Pandita (Brahmana/Sang Dwijati) berhak melakukan tiga fungsi tersebut. Pandita tersebut : Pedanda, Mpu, Bhagawan, Rsi, Bujangga, Sire Mpu, Dukuh, Acharya, dll. Dengan berdasarkan kepada fungsi pandita untuk memohonkan kesucian kepada alam semesta, maka sudah selayaknya, bahwa semua Pandita bisa melakukan tugas Amretistha akasa, pawana, dan sarwa prani, baik dalam tugas terpisah maupun secara utuh oleh diri Pandita itu sendiri. Usaha untuk mememberikan tugas tersebut kepada Tri Sadaka saja di bali maupun diluar bali seperti di Jawa yang penulis lihat, hanyalah bentuk kekakuan yang tidak perlu terjadi dijaman yang sudah serba terbuka ini. Pemahaman umat akan hakekat ke-Panditaan atau lebih luasnya kepada ajaran Hindu, saat ini sudah semakin meningkat dan sudah saatnya untuk kembali kepada ajaran yang benar yaitu yang bersumber dari Weda.

Aktifitas pensucian diri terhadap bhuwana alit (manusia) dewasa ini menjadi sangat penting dan urgent untuk dilakukan, sehubungan jaman kali dimana pikiran dan nafsu mendominasi sehingga banyak terjadi tindakan-tindakan yang menyimpang dari ajaran agama, seperti kekerasan fisik (anarkis), maka sudah selayaknya aktifitas yadnya pensucian alam micro ini tetap digalakkan, baik dengan pendalaman ajaran tri kaya parisudha, tat twam asi, prema (cinta kasih), maupun dalam bentuk upakara seperti: ruwatan, prayascitta atau lengkap dengan bayakaon & durmenggala. Sehubungan dengan Pandita punya lisensi untuk melakukan amretistha, prayascitta, samskara, atau pensucian, maka sudah selayaknya umat Hindu tidak sungkan-sungkan untuk tangkil (hadir) ke- Gria-gria Pandita, baik Pedanda, Mpu, Rsi, Bhagawan, dan lainnya, jangan membedakan, karena memang ”Jun ngalih pancuran (tempat air yang mencari pancuran bukan sebaliknya). Jadi mari sucikan diri : sucikan sabda, bayu dan idep. Om criam bawantu, Om sukam bawantu, Om purnam bawantu (Om Semoga kebahagian, kesenangan, dan kesempurnaan menyelimuti diri hamba)





Penulis,

Nyoman Sukadana
Karanganyar - Solo - Jawa Tengah 14-02-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)