Rabu, Maret 03, 2010

DIBAWAH BAYANG “KECURIGAAN”

Sering disampaikan, bahwa manusia itu perlu kebersihan hati, tidak dengki, tidak curiga, dan hal-hal positif lainnya, sekilas kelihatannya hal itu berhasil karena orang Indonesia , khususnya orang bali dikenal sebagai orang ramah, suka membantu sesamanya, dan bentuk prilaku baik lainnya. Namun jika kita memasuki ranah pribadi dengan berdialog secara hati ke hati, ternyata kita akan kaget ternyata ada satu hal yang mendominasi pikiran umat ini, yaitu “adanya kecurigaan dengan tetangga, bahkan dengan saudara/ipar”. Kecurigaan ini bukan khawatir akan dicuri hartanya atau ditipu, namun curiga tetangga atau keluarganya telah melakukan tindakan “ilmu hitam/ peng-leakan” sehingga dirinya dan suami/istri serta anak-anak sakit-sakitan. Kalimat “Irage aliange leak ajak si Anu (saya dicarikan ilmu hitam oleh si Anu)” menjadi kata-kata yang umum terjadi jika masuk kepada pembicaraan pribadi. Hal lain yang masih pada kategori kecurigaan, adalah terhadap suami yang dikhawatirkan akan menyeleweng, bukannya istri ini memperbaiki sikap atau service kepada suami sebagai layaknya istri yang baik, malah mendatangi Jero balian untuk mendapat pegangan (sesikepan) agar suaminya tunduk padanya, jadinya ini ada unsur menguasai dan ini menyalahi. Bagi orang yang kebetulan punya kamampuan spiritual (Ngusada atau malianin), maka orang tersebut akan menjadi orang yang dibutuhkan atau orang penting dan akan banyak didatangi umat yang berprilaku seperti ini. Sayanganya terhadap kekeliruan sikap masyarakat ini, malah kemudian menjadi di-ayomi karena banyak Jero balian melakukan kekeliruan dan mendukung sikap mereka. Atas pertanyaan umat ini biasanya jero Balian memberikan pegangan (Sesikepan) agar suaminya tunduk, agar tetangga yang dicurigai menggunakan ilmu hitam menjadi celaka, atau minimal agar dirumah dan keluarga dibentengi oleh sesikepan yang diberikan oleh Jero balian, dan banyak kekeliruan lain yang semakin menambah point negative pada orang tersebut. Kenapa sikap seperti ini bisa timbul dan bagaimana seharusnya sikap Jero balian ? coba kita lihat bersama-sama.

Pertama adalah sikap mental kita, agama mengajarkan, manusia perlu menerapkan ajaran “Tri Kaya Parisuda” yaitu pikiran, perkataan, perbuatan yang harus disucikan, dengan curiga, maka kita sudah mengotori pikiran kita. “Kesucian” apalagi diiringi dengan “kepasrahan” kepada Hyang Widhi sebenarnya merupakan pelindung yang utama dari segala macam gangguan hal negative termasuk ilmu hitam / pengeleakan. Jika diteliti dengan cermat, baik dengan alat/teknologi maupun dengan kemampuan membaca aura oleh orang yang mampu, maka orang yang suci pikiran,perkataan, perbuatan ini memancarkan aura yang baik dan sekaligus menjadi penolak aura negative. Ilmu hitam medianya adalah ber-aura negative sehingga positif dan negative tidak akan bisa bertemu. Secara alam niskala atau diluar diri orang bersangkutan, maka orang yang selalu menjaga kesucian ini akan dijauhi oleh bhuta kala dan akan didekati oleh aura kesucian dari alam immaterial, seperti : roh suci leluhur, atau aura suci disuatu pura, dan ini secara tidak disadari akan menjaga dari kekutan negative yang mendekat. Jadi “Kesucian & Kepasrahan” adalah pelindung sejati bagi manusia dari segala macam aura negative. Lalu bagaimana seharusnya sikap “Jero balian” terhadap orang yang datang kepadanya ? Jero balian disini agar mem-fungsikan diri sebagai rohanian karena Balian di Bali ada yang memplesetkan dengan “me-alian (mencari nafkah) yang sangat tergantung kepada pembeli yaitu para umat yang kebingungan dan ketakutan ini. Yang pertama dilakukan adalah, bersihkan dulu pikiran umat ini dengan wejangan-wejangan kasih sayang, pasrah pada Hyang Widhi, dan bhakti pada leluhur. Jangan memberikan sesikep berupa barang karena bagi umat yang sedang negative ini, maka sesikep ini akan menambah kekuatan negative orang tersebut sehingga mengundang para bhuta kala sehingga tidak mustahil orang tersebut malah akan semakin negative bahkan bisa “Ngeleak”. Pada dasarnya manusia itu adalah ciptaan Hyang Widhi yang sudah lengkap, jadi tidak perlu ditambahkan benda atau barang apapun pada dirinya yang nantinya justru akan mengotorinya. Jero balian yang kebetulan tahu siapa yang melakukan hal negative tersebut baik secara jelas apalagi samara-samar sebaiknya tidak menyampaikan kepada umat ini, karena hal itu akan semakin menambah kebenciannya dimana bisa jadi akan melakukan hal yang tidak benar, seperti melakukan kekerasan fisik atau mungkin pembunuhan, tetapi sebaiknya disejukkan hatinya agar tidak dendam dan dilatih untuk mensucikan diri. Sebaiknya Jero balian melakukan Usada dengan mohon pensucian (prayascita) atau melukat diri umat tersebut agar dirinya memancar dan meningkat kesuciannya serta berkurang kadar kecurigaan atau kebenciannya sehingga lambat laun umat ini menjadi damai hatinya. Ajarkan pada umat ini ajaran bhakti pada Hyang Widhi dan leluhur, sehingga akan terjadi keseimbangan “skala-niskala (bhuana agung dan bhuana alit), yaitu manusia itu dengan Hyang Widhi. Bagi umat yang sedang mengalami cobaan hidup entah itu berupa : sakit atau ketidak tenangan lainnya, jangan langsung mencurigai orang lain karena itu akan semakin menyuburkan aura negative dan akan mengundang bhuta kala untuk mendekati kita, artinya kita membuka pintu untuk bhuta kala. Jadi semakin dekatlah kepada Sang Pencipta didalam situasi seperti ini. Hati-hatilah terhadap solusi yang diberikan oleh jero balian apakah dengan diberikan “sesikep” atau saran-saran yang belum tentu benar, karena ketika Jero balian memberikan sesuatu, bagi yang faham itu adalah suatu energi dimana jika yang membawanya ber-aura negative (curiga, benci, dll) maka akan menjadi tidak baik buat diri kita dan sudah banyak terbukti, orang bisa menjadi semakin tidak baik, menjadi gila, atau malah menjadi bisa “Nge-leak”, maka selalu diajarkan agar manusia menghindari hal-hal yang tidak baik. Sebagai akhir kata, perlu kiranya direnungkan ajaran Hindu yang tertuang dalam Sarasamuccaya (Sloka 89) sbb : “Inilah hendaknya orang perbuat, perasaan hati cinta kasih kepada segala mahluk hendaklah ini dikuatkan, janganlah menaruh dengki iri hati, janganlah menginginkan dan jangan merindukan sesuatu yang tidak ada, ataupun sesuatu yang tidak baik, janganlah hal itu dipikir-pikirkan”.



Penulis,


Nyoman Sukadana
Karanganyar - Solo - Jawa Tengah
18-02-2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)