MAKNA - PASEMETONAN
”Ikatan Pasemetonan (kekerabatan)” apapun itu pada dasarnya sesuatu yang baik dimana terjadinya hubungan yang lebih dekat dan dapat saling membantu dalam artian positif. Ikatan Pasemetonan tidak boleh menjadikan kita menjadi eksklusif terhadap warga yang bukan satu trah karena pada dasarnya semua mahluk adalah bersaudara (Vasudaiwa khutumbhakam). Ikatan Pasemetonan Pasek sebagai warih Bhatara Kawitan – Mpu Gnijaya juga perlu dimaknai seperti diatas, walaupun ada point-point khas yang ada bagi pasemetonan Pasek yang juga tidak boleh dilupakan, seperti Leluhur Pasek melakukan upaya pendidikan dan pesan moral lewat Bhisama agar terciptanya ikatan Pasemetonan yang baik. Cuplikan sebagian Bhisama Mpu Ketek sebagai berikut : ……. Bilamana sudah diakui sanak keluarga, berapa jauh tempatnya, walaupun bodoh dan kurang berada, jangan putus hubungan kekeluargaan, sebutannya adalah keluarga kendatipun jauh tempatnya, “PALING JAUH MENGAKU SEPUPU”. Dan lagi tidak boleh merasa lebih rendah dan putus hubungan dengan keluarga yang berasal dari satu keturunan, jika melanggar seperti kata-kataku, satu tertimpa halangan semuanya tertimpa halangan, dan lagi arwah leluhur kemudian tidak dapat dimohonkan pengampunan oleh Rsi yang memujanya, demikian agar selalu diingat. ………… Dengan pemahaman ini, maka sesama Pasek seharusnya ”Satya Bela Nindihin Semeton” dalam arti positif dimana pengertian nindihin termasuk mengingatkan jika semeton keliru, misalnya jika ada semeton yang menyalah gunakan kekuasaan, maka harus diingatkan sesuai makna pasemetonan yang benar.
Akhir-akhir ini ikatan Pasemetonan Pasek sudah semakin baik, seperti adanya dukungan terhadap semeton yang ingin mendarmakan dirinya menjadi pemimpin (Gubernur, bupati, dll) dan ini perlu dipupuk dengan kesadaran pasemetonan yang baik. Mengingat baru tumbuh kesadaran, maka wajar jika belum sempurna, sehingga masih ada semeton yang belum mendukung semeton lain yang mau menjadi pemimpin, dan itu biarkan saja jangan menjadikan kecewa karena itu adalah proses semoga kedepan prosesnya menjadi lebih baik. Sebagai pengetahuan saja perlu juga kita sadari kenapa masih ada semeton yang belum rela mendukung semeton Pasek lainnya untuk menjadi pemimpin, yaitu :
1. Masih ada semeton Pasek yang belum memahami makna pasemetonan, ini perlu terus diberi pengertian baik lewat : lisan atau tulisan.
2. Semeton Pasek yang sudah mengerti makna pasemetonan namun belum percaya diri (belum PD). Inipun perlu diberi pengertian yang benar akan makna Pasemetonan.
3. Semeton Pasek yang khawatir ikatan Pasemetonan ini menjadi ekslusif dan menimbulkan hal negatif seperti : menjadikan ikatan pasemeton yang besar ini untuk kepentingan politik semata.
4. Kekhawatiran warga lainnya terhadap bersatunya semeton pasek akan mengangkat sejarah lama dimana, Brahmana (Wiku) dan Pemimpin jaman dulu banyak dari warih Mpu Gnijaya yang diera berikutnya merosot dan terpinggirkan menjadi ”jaba” (diluar kerajaan) bahkan dianalogkan dengan sudra. Disini harus bisa dibuktikan, bahwa Semeton agar mengejar ke-pemimpinan dan ke-Brahmanaan secara profesional.
Hal diatas adalah point-point besar yang masih menghambat terciptanya ikatan pasemetonan yang baik, namun jangan lupa : Perjuangan untuk menjalankan Bhisama Bhatara Kawitan bukan semata untuk tujuan pemilihan pemimpin saja, artinya ada hal yang lebih luas lagi perlu dilakukan dalam rangka perjuangan mengangkat kembali jati diri “Ke-Pasekan” agar kita menjadi Pasek=Patitis Sesana Kawitan, untuk itu ada beberapa hal yang perlu difahami, ditanamkan namun juga perlu kehati-hatian :
1. Untuk membuktikan jati diri ke-pasekan, maka yang pertama berani mengakui diri Pasek, seperti ketika kanalan ada yang mengatakan „Tiang Cokorde“, maka jawablah „Tiang Pasek“.
2. Jangan sembarangan menerima bantuan yang mengikat, apalagi untuk tujuan menjadikan semeton tetap menjadi Parekan (Perekan Seken) seperti dengan cara bantuan materiil. Bantuan seharusnya tulus dan kembalikan pada Hyang Whidi yang akan membalasnya. Semeton Pasek yang seperti ini perlu dibantu oleh semeton yang mampu lalu ajarkan dia hakekat „Ke-pasekan“.
3. Meluruskan pemahaman “Tulah” jika tidak meneruskan warisan leluhur, seperti : Tulah jika berhenti Me-Siwa ke Pedanda tertentu, yang benar takutlah kalau melanggar Bhisama Bhatara Kawitan seperti diatas, termasuk takut tidak tangkil di Catur Parhyangan (Pura Lempuyang Madya, Pura Catur Lawa Besakih, Pura Gelgel dasar bhuwana, dan Silayukti).
4. Cermati diskusi-diskusi : Ajeg Bali yang jangan-jangan ada yang ingin mempertahankan statusquo (harusnya Ajeg Hindu otomatis Budaya Bali akan Ajeg).
5. Cermati penentang Sampradaya karena sampradaya juga tidak sefaham system Kasta dan meluruskan Ajaran Catur Warna (harusnya sampradaya ditarik ke local genius/ budaya lokal).
6. Jangan terlalu keras/kaku sesama semeton Pasek, tetapi lebih rendah hati dan bahu membahu. (Ingat : Jangan menganggap sepurusa Pasek lebih jauh dari sepupu/mindon).
Akhirnya, ikatan Pasemetonan adalah salah satu bentuk bhakti kita pada Leluhur karena Bhakti pada Leluhur adalah paramo dharmah, dimana ajaran Tri Rnam dan Catur Guru sebagai pedomannya. Dengan demikian tidak ada yang salah kalau semeton Pasek mengikat diri dalam ikatan pasemetonan dengan tetap dalam koridor positif, tidak ekslusif, dan dapat meningkatkan kerja-sama dengan warga lainnya sebagai sesama mahluk ciptaan Hyang Widhi sesuai ajaran Tat Twam Asi.
Penulis,
Nyoman Sukadana
Karanganyar - Solo - Jawa Tengah
16-05-2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)