”Pura Pemacekan” atau dikenal juga
dengan sebutan ”Petilasan Kyayi I Gusti
Ageng Pemacekan & Parhyangan Sapta Pandita”
setiap tahun pada Purnama Katiga melaksanakan Piodalan, pemilihan
Purnama Katiga ini didasarkan pertimbangan oleh Penglingsir, untuk memberi
kesempatan kepada Sulinggih dan umat untuk Bhakti karena kalau Purnama lainnya
terutama Purnama Kapat akan sangat sibuk di Bali. Piodalan kali ini jatuh pada 09
September 2014 Nyejer 3 hari (Nyineb 11 September 2014). Untuk tahun
ini Penanggung jawab upakara adalah MGPSSR Kabupaten Karangasem dibawah
Koordinasi Ketua MGPSSR Karangasem I
Gede Pawana Sag,MFILH. Seperti biasa Pengempon Pura membentuk panitia kecil
untuk nyanggra atau mendukung kelancaran piodalan.
Pelaksanaan Piodalan :
Diawali dengan matur piuning dan
Nunas tirta di Candi Ceto oleh Pemangku Pura Jero Mangku Made Murti. Persembahyangan
Beji dilaksanakan pada sore hari 8 September 2014 dipuput oleh tiga Sulinggih,
yaitu Pandita Mpu Jaya Sattwikananda-Griya
Taman Bali Bangli, Pandita Mpu Jaya Wasisthananda-Griya A Yani
Denpasar dan Pandita lainnya. Prosesi dilaksanakan dengan ngusung Pratima
Ida Bhatara ke Beji diiringi oleh para Pemangku dan umat, dilanjutkan dengan
persembahyangan, dan mewali melinggih di Bale Piyasan. Puncak piodalan pada
pagi hari 09 September 2014 dipimpin oleh : 7 (Tujuh) Pandita, dimana 5 diantaranya adalah Sulinggih dari
Karangasem, prosesi dipandu oleh Pemangku Pura Jero Mangku Pasek agar acara
berjalan tertib. Disela-sela yadnya juga dipentaskan Tari Topeng oleh I Nyoman
Chaya dan diiringi gamelan yang membuat suasana semakin religius. Ratusan umat
yang hadir larut dalam bhakti pada Beliau yang agung dan suci dimana ratusan
kilometer ditempuh sebagian umat itu untuk bisa hadir menghaturkan bhakti.
Sebelum selesai prosesi upacara, Ketut Nedeng sesepuh yang sejak awal terlibat
dalam pembangunan Pura memberikan dharmawacana dan pemaparan sejarah
pembangunan Pura agar umat yang hadir faham dengan keberadaan Pura. Sekitar Jam
11 wib seluruh prosesi yadnya selesai dilaksanakan dan umat serta Sulinggih
kembali ketempat masing-masing dengan perasaan puas, bangga, dan haru telah
bisa hadir sungkem kehadapan Bhatara Kawitan. Setelah Nyejer 3 hari, maka pada 11
September 2014 hadir semeton dari Singaraja ngiring Ida Pandita Mpu Dharma Mukti Sidha Kerti – Griya Tukadmungga yang
memimpin Upacara Nyineb, dengan demikian selesai sudah prosesi Piodalan tahun
ini semoga bisa kembali dilaksanakan pada tahun depan dan memberi kesempatan
kepada damuh Ida Bhatara yang belum bisa tangkil.
Ada perubahan penampilan
Pura Pemacekan.
Mengingatkan kembali, bahwa Petilasan
Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan diketahui keberadaannya atas pewisik Niskala yang
diperoleh Jro Mangku Gde Ketut Subandi dan ditemukan pada 10 Maret 1984, juga
peran Sulinggih seperti Ida Mpu Renon, Ida Bongkasa, Ida Dwi Tantra, dan lain
lain serta tokoh umat seperti Ketut Nedeng, Merta Suteja serta lainnya, melalui
aktifitas mereka akhirnya berdiri Pura pemacekan. Petilasan itu sendiri berupa
2 gundukan batu yang oleh penduduk setempat dihormati sebagai tempat orang
suci, pengelolaannya waktu itu oleh Mbah Wiryo penduduk setempat. Orang Suci
tersebut adalah Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan hijrah dari Jawa Timur ke
Karanganyar/Surakarta pada Era runtuhnya Majapahit, menetap di Dukuh
Pasekan/Dusun Keprabon, dan jadi rohaniawan kerajaan Surakarta. Walaupun banyak
yang mau memugar Petilasan ini tetapi Ibu Tarjo (Almarhum) yang memiliki tempat ini mendapat petunjuk
Niskala, bahwa akan ada trah beliau dari Bali yang akan memugar tempat ini.
Pemugaran sederhana dilakukan pada tahun 1986-1988. Pada 9 Nopember 1990
dihadiri oleh Bupati Karanganyar, Camat dan Lurah Karangpandan, fihak
Mangkunegaran, dan umat dari Bali, dilakukan Pitra Yadnya dan Yadnya lainnya,
walaupun menurut rohaniawan beliau Moksa. Renovasi besar-besaran dilakukan pada
sekitar tahun 2000 dipelopori oleh Pandita Mpu Nabe Pemuteran-Renon , Ketut
Nedeng, dan semeton dari Bali serta umat dari Karanganyar/Solo. Pelinggih yang
baru adalah : Padmasana, Sapta Pertala, Bale Piasan/Pepelik, Bale Agung
(tempat Banten), Bale Pawedan, Candi Bentar, Candi Gelung, Peristirahatan Umat
& Sulinggih (Bale Banjar), dan khususnya Meru Tumpang Pitu yang merupakan
„Parhyangan Sapta Pandita“ karena Sapta Pandita itu memang tidak menetap di
Bali tetapi di Kuntuliku Desa sekitar Malang/Kediri. Kyayi I Gusti Ageng
Pemacekan adalah Trah Sapta Pandita yang pertama (Mpu Ketek). Ngenteg Linggih
pada 21 September 2002 (Purnama Katiga) dipuput Mpu Pemuteran Renon dan Pedanda Oka Punia Atmaja, serta
Penanda-tanganan Prasasti oleh Raja Solo ”Sinuhun
Paku Bhuwono XII (Almarhum). Sejak 11 Februari 2005 Petilasan ini secara
resmi dibawah naungan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) Pusat dan dalam
operasionalnya membentuk ”Pengempon” yang anggotanya Semeton Hindu asal Bali dan
Jawa, maka pertama kali piodalan dilaksanakan oleh Pengempon Petilasan sebagai
Panitianya dan Upakara (Bebantenan) dikoordinir dari Bali. Pengempon periode II
masa bhaktinya : Februari 2010-Februari 2015. Pembangunan berikut adalah ”BEJI”
sudah dimulai sejak ”Ngeruak karang dan membangun pelinggih awal” dilakukan
pada tilem kelima 27 Nopember 2008,
dilakukan Pandita Mpu Nabe Jaya Rekananda, didampingi Putra Dharma, Pandita Mpu
Jaya Satya Nandha, Pandita Mpu Jaya Wasistha Nandha, Ida Bhawati Putu Setia,
serta rombongan pengayah 14 orang. Pada Jumat Legi, 3 April 2009 dilaksanakan ”Upacara Pemlaspasan BEJI” dipuput oleh
Pandita Mpu Nabe Jaya Rekananda yang
merupakan penglingsir Pura setelah Nabe beliau Ida Pandita Mpu Nabe Sinuhun
Pemuteran Lebar (meninggal). Pada Agustus 2011 pengempon berhasil menyelesaikan
Pasraman Pandita dibelakang Beji yang dikerjakan sekitar satu tahun sejak
Agustus 2010, sehingga ada tempat yang layak buat Ida Sulinggih yang tangkil.
Periode dua tahun terakhir terjadi
perubahan yang cukup besar di Pura Pemacekan, telah diplaspas pada piodalan
tahun lalu (2013) Bale Kulkul yang merupakan punia dari Ida Mpu Nabe Jaya
Rekananda (amor ring acintya), dengan demikian ikon Pura pemacekan berubah
dengan adanya Bale Kulkul ini dan bertambah baik. Sementara itu Bale Agung yang
berada di jeroan pura dimana awalnya tempat upakara/banten dan diarea bawah
tempat gamelan ketika piodalan karena pertimbangan tanah yang masih labil dan
juga memperluas areal Pura, maka bale dihilangkan, selanjutnya Padmasana dan
Sapta Pertala digeser ketimur sehingga areal menjadi lebih luas, sementara
Patung Ganesa dari pojok timur-utara bergeser kebarat. Padmasana yang baru
punia dari Ida Mpu Jaya Satya Nanda dari Griya Bitra dan Sapta Pertala punia
dari umat bernama Restu dari Gianyar dan di plaspas pada Purnama Karo lalu.
Perubahan ini memang membuat ada perbedaan corak arsitektur Pelinggih dan sudah
dipertimbangkan kedepan untuk menata lebih baik khususnya dengan konsep local
genius mengingat Pura berada di Jawa. Pembangunan lainnya di area Beji menjelang
piodalan tahun ini dibuat pemisah berupa Gapura dan sekaligus dibuatkan jalan
ke Pasraman sehingga Sulinggih dan pengiring yang datang bisa langsung ke
Pasraman tidak melewati Beji. Perubahan-perubahan kearah lebih baik akan terus
berlanjut mengingat keberadaan awal Pura adalah sebuah semangat bhakti ngetut
wit Bhatara Kawitan sehingga faktor prasarana menjadi pertimbangan berikutnya,
namun seiring dengan kehadiran umat yang terus meningkat, maka pintu punia
menjadi besar memberi peluang umat untuk bhakti dalam wujud meningkatkan
kualitas fisik Pura Pemacekan karena itu juga wujud Bhakti.
Akhirnya,
astungkara karena Piodalan telah berhasil dengan baik, pada kesempatan ini
ucapan terima-kasih kepada semua umat, Pinandita, dan Sulinggih yang terlibat
karena memang demikianlah bhakti itu, : Yang
memperoleh anugrah harta lakukan Punia, yang berhasil dalam pertanian/perkebunan
haturkan hasil bumi, yang memperoleh pengetahuan (Jnana) lakukan Jnana Punia
untuk kemajuan umat, yang memperoleh anugrah seni, maka ngayah dengan menabuh
& menari, yang memperoleh kesehatan maka haturkan dengan tenaga, dan banyak
bentuk rasa syukur kita akan anugrah Hyang Widhi. Demikianlah sejatinya
makna dari setiap persembahan yang kita lakukan, semoga menjadi sempurna bhakti
kita. Om Ksama Sampurna ya Namah Swaha.
Dilaporkan oleh,
JMk Nyoman Sukadana
Gn.Rinjani–Paket Agung-Singaraja 13-09-2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)