Kamis, Juli 23, 2009

SECERCAH HARAPAN KEPADA UMAT HINDU JAWA


Menyebut Umat Hindu Jawa bukan maksud penulis untuk mengkotak-kotakkan umat Hindu berdasarkan kedaerahan tetapi hanya untuk lebih focus karena secara factual umat Hindu di Indonesia memang berasal bukan cuma suku Bali tetapi beberapa suku yang lain di Indonesia seperti : Dayak Kaharingan, Batak, Bugis, Jawa, dan lain-lain. Karena penulis berada di Jawa maka interaksi baru pada umat Hindu Jawa. Orang Jawa mempunyai hubungan kekerabatan (garis keturunan) yang sama dengan orang Bali minimal prasasti-prasasti menyebutnya demikian. Sehingga orang Bali yang datang ke Jawa tidak mau dikatakan merantau tetapi dengan bangga mengatakan kembali ke tanah leluhurnya. Bisa jadi memang benar adanya.

Jika kita buka-buka sejarah keleluhuran yang tersimpan di Bali, maka memang jelas sekali terlihat hubungan yang begitu dekatnya antara Jawa-Bali, sampai pada abad XIV dimana Islam masuk ke Majapahit yang mengakibatkan putusnya ikatan kekerabatan Jawa dan Bali namun di Bali garis-garis keturunan itu tersimpan dengan baik dan dilanjutkan dokumentasinya secara turun temurun. Bukti kuatnya hubungan Jawa-Bali bisa dilihat dengan adanya Perayaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali yang dilaksanakan umat Hindu di Bali pada Maret 2005 lalu. Karena ketaatan orang Bali pada pendahulunya menyebabkan perayaan itu terus dijalankan tanpa banyak yang tahu apa makna dibalik perayaan itu. Yang paling berkesan bagi penulis adalah ketika melaksanakan Sugihan Jawa di Jawa. Perayaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali bisa dijadikan moment menyatunya Jawa-Bali. Disamping sebagai tersambungnya kekerabatan yang putus ratusan tahun tetapi juga bangkitnya Hindu di Tanah Jawa. Kata-kata Bali-Jowone yang umum dikalangan orang Jawa mengandung makna kembalinya sikap “Arjawan (Jujur)” yang menjadi prilaku leluhur kita dahulu dan diajarkan secara turun temurun. Jalan kearah ini seperti sudah dipersiapkan oleh leluhur kita dulu sehingga Sang Sapta Pandita (Leluhur Pasek) tetap tinggal di Jawa walaupun dahulu sering ke Bali memuja leluhurnya di Besakih dan Parhyangan lainnya seperti di Padang Bai (Mpu Kuturan), Lempuyang Madya (Mpu Gnijaya), dan lain-lain. Di abad XX ini dan sebelumnya, kedatangan orang Bali ke Jawa seperti menjadi pendamping umat Hindu Jawa. Banyak Pura-Pura yang sudah didirikan yang melibatkan perpaduan antara umat Jawa-Bali. Jadi ke Hinduan umat Jawa sudah mulai bangkit. Diawal tentu tidak mudah, walaupun dijaman sekarang ini saja penulis masih mendengar pertanyaan dari umat Jawa, berupa : Kalau masuk Hindu Kastanya apa ? pertanyaan senada juga akan menjadi pertanyaan umat selain Jawa bahkan yang bukan orang Indonesia jika ingin masuk Hindu. Pertanyaan itu tidak perlu ditanyakan karena jelas agama Hindu tidak mengenal Kasta. Jika dimasyarakat terutama di Bali hal ini masih ada, maka itu adalah kesalahan masa lalu yang mari sama-sama kita perbaiki. Umat Hindu Jawa sekarang juga sudah ada yang menjadi Sulinggih dan pantas disebut Brahmana. Sulinggih dari Umat Jawa setara dengan Sulinggih dari umat Bali yang disebut : Mpu, Pedanda, Rsi, Bhagawan, Bujangga, dan lain-lain.

Umat hindu Jawa memberi secercah harapan bagi kemajuan Hindu dimasa mendatang, Umat Hindu Jawa bisa mengembalikan sejarah, bahwa di Jawa inilah tempatnya penganut-penganut agama yang benar seperti Panca Tirta misalnya, yang pada abad X diutus ke Bali untuk mengajarkan masyarakat Bali. Mungkin dikemudian hari umat Hindu Jawa akan mengajarkan kembali umat Hindu Bali akan arti Tat Twam Asi, ajaran Catur Warna, dan lain lain. Kemungkinan itu bukan hal yang mustahil karena roda sejarah akan terus berputar. Umat Hindu Jawa menurut pengamatan penulis sangat luwes menerima bentuk sarana persembahyangan secara Bali karena memang itu adalah warisan leluhur dari Jawa yang dipertahankan dan dikembangkan di Bali yang sekarang dibawa kembali ke Jawa. Memang ada yang masih mempertentangkan banten Jawa dan Banten Bali tetapi prosentasenya tidak banyak dan cermin, bahwa masih bergelut pada tataran banten, kita kedepan perlu juga masuk ke tataran Tattwa sehingga tidak berkutat pada hal banten saja, masalah banten adalah masalah sarana untuk bhakti biarlah hal ini berproses secara alamiah.

Secercah Harapan kepada Umat Hindu Jawa adalah ibarat hadiah buat penulis saat merenung pada Perayaan Nyepi Saka 1927, Semoga Hyang Widhi dan Para Leluhur yang suci yang sudah manunggal dengan Paramaatma membimbing saudara-saudara kita umat Hindu Jawa agar dapat kembali menjalankan perannya untuk kemajuan Hindu dimasa-mendatang seperti yang telah diberi panutan oleh Para Rsi, Mpu, dan orang suci terdahulu.



Penulis,


Nyoman Sukadana 12-03-2005
Karanganyar-Solo-Jawa Tengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)