Senin, November 02, 2009

2005-PIODALAN SETELAH DUA DASA WARSA
PETILASAN KYAYI I GUSTI AGENG PEMACEKAN

Pada Purnama Katiga 18 September 2005 lalu, dilaksanakan ”Piodalan” Petilasan Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan dan Parhyangan Sapta Pandita. Piodalan dipuput oleh 4 (Empat) Sulinggih, yaitu : Pandita Mpu Nabe Pemuteran-Renon Denpasar, Pandita Mpu Rastra Giri-Ampedan Tabanan, Pandita Mpu Dhaksa Merta Yoga-Braban Denpasar, Pandita Mpu Dhaksa Dharma Samyoga-Penatahan Tabanan. Selesai Piodalan dilakukan Me Jaya-Jaya dan Pawintenan Pengurus MGPSSR Kodya Denpasar, dilanjutkan kemudian dengan Sambutan dari Ketua Pengempon Petilasan I Nyoman Nasa, Sambutan MGPSSR Pusat diwakili Ketua VII yang membidangi Upakara Made Mulya. Acara berikut Darma Wacana oleh I Nyoman Putra,SAg,Msi Pendarmawacana dari Surabaya. Sebagai akhir acara adalah Persembahyangan bersama dipimpin Pandita Mpu Daksa Merta Yoga dimana saat Tri Sandhya semua Pinandita yang hadir baik dari Bali maupun Jawa secara bersama-sama melantunkan Genta/Bajra sehingga menambah kekhusukan acara Piodalan. Sehari sebelum Piodalan dilakukan Mendak Tirta di Candi Ceto dipimpin oleh : Pandita Mpu Rastra Giri dan diikuti beberapa umat. Piodalan dihadiri oleh umat dari Bali, umat Bali yang tinggal disekitar Solo,Karanganyar,Sragen,Semarang, Jogja, dan lain-lain, juga dihadiri umat Hindu asal Jawa yang ada di Karanganyar dan sekitarnya. Piodalan menjadi meriah juga karena bunyi Gamelan yang dibawakan oleh saudara-saudara dari STSI Surakarta. Untuk memberi kesempatan kepada umat yang belum sempat sembahyang pada hari itu atau karena pertimbangan jarak, dan lain-lain, maka dilakukan ”Nyejer” 7 hari.

Sejak 11 Februari 2005 Petilasan ini secara resmi dibawah naungan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) Pusat dan dalam operasionalnya membentuk ”Pengempon” yang anggotanya Semeton Hindu (dari Bali) di Solo-Karanganyar juga umat Hindu asal Jawa, maka Piodalan kali ini dilaksanakan oleh Pengempon Petilasan sebagai Panitianya. Sarana Upacara (Bebantenan) dikoordinir dari Bali yang kali ini kebagian adalah MGPSSR Kodya Denpasar. Pengempon sendiri membantu sarana banten yang sederhana, seperti : Canang-canang, daksina, dll. Umat Hindu di Solo-Karanganyar termasuk Semeton Pasek, cukup banyak jumlahnya untuk ukuran mengelola Piodalan, namun belum banyak yang bisa terlibat dengan pertimbangan masing-masing, yang tetap harus dihormati. Itulah sebabnya belum bisa menerima tugas pembuatan bebantenan secara utuh. Kedepan ada harapan dari Sulinggih, sesepuh, dan juga MGPSSR agar Bebantenan bisa disiapkan seutuhnya dari Solo-Karanganyar secara sederhana saja asal tidak menyimpang dari Tattwa, sehingga umat dari Bali hanya Dharmayatra. Untuk hal ini kita kembalikan kepada umat Hindu di Solo-Karanganyar sendiri.

DUA DASA WARSA PETILASAN
Sejak ditemukannya Petilasan pada 10 Maret 1984 melalui Pewisik sebelumnya yang diterima Jro Mangku Gde Ketut Subandi, dan didalamnya ikut juga memastikan/meneliti Pandita Mpu Sinuhun-Bongkasa (Almarhum), Pandita Mpu Nabe Pemuteran, Merta Suteja, Ketut Nedeng, Ledang, dan semeton Bali lainnya, juga proses pembangunan besar-besaran tahun 1996 – 2000 dipelopori oleh Pandita Mpu Nabe Pemuteran, Ketut Nedeng, dan semeton dari Bali dan Solo-Karanganyar, maka proses itu sampai sekarang sudah 21 tahun lamanya. Waktu dua dasa warsa itu tentu banyak suka-dukanya. Untuk membangun Petilasan sebesar itu tidak gampang mengingat umat Hindu belum tinggi kesadarannya untuk ber-dana punia pembangunan Pura atau Petilasan. Itulah sebabnya perlu keahlian beliau-beliau seperti Pandita Mpu Nabe Pemuteran dan Ketut Nedeng, akibatnya tergeraklah umat-umat yang mau menyumbangkan sebagian dananya untuk Petilasan ini. Hal berikutnya adalah Pemeliharaan Petilasan. Memelihara itu lebih susah daripada membangun, karena sudah ada Pengempon, maka Pengempon ini memiliki tanggung jawab yang berat. Itulah sebabnya Pengempon ini juga harus punya keahlian disamping didukung oleh umat yang ada baik sekitar Solo-Karanganya maupun dari daerah lain di Jawa juga luar Jawa, Bali, dll. Salah satunya adalah bisa berkomunikasi dengan Pemda Karanganyar mengingat Petilasan ini sudah dicanangkan oleh Dikparta sebagai tujuan wisata. Masalah lain adalah ”kesadaran” umat untuk bersembahyang. Walaupun ini masalah hak azazi orang tersebut. Keberadaan Petilasan ini sangat terkait dengan ”Pasek”, itu tidak bisa dipungkiri, satu fakta saja bisa disebutkan tempat Petilasan ini dari dulu sudah ratusan tahun bernama ”Dusun Pasekan”. Karena semeton Pasek sangat taat Bhisama (Pesan Sakral) Leluhur/Kawitan, maka akan banyak yang mengunjungi Petilasan ini. Umat lain bisa melihat Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan dari sudut lain, yaitu sebagai Dewa Hyang yang sudah menyatu dengan Sangkan Paraning Dumadi bukan sebagai leluhur Pasek lagi sehingga tidak perlu lagi punya ide untuk memisahkan Petilasan dengan Pura, karena setelah Petilasan dipisahkan apakah Parhyangan Sapta Pandita juga mau dipisahkan karena itu Leluhur Pasek, yang penting adalah apakah mau bersembahyang ? . Tidak perlu lagi ada istilah Merebut Kawitan Orang lain, karena umat Jawa sendiri tidak perduli apakah itu : Trah Pasek, Trah Ida Bagus, Trah Anak Agung, dll, bagi mereka : orang atau leluhur yang dianggap suci atau mumpuni akan mereka hormati disuatu tempat yang disebut Punden atau Petilasan, terbukti walaupun sudah dikelola MGPSSR umat Jawa masih mau sembahyang ke Petilasan dan itu tidak ada larangan. Jadi masalah-masalah klasik ini jangan menjadi ganjalan untuk melakukan Puja Bhakti, datang saja lakukan Pemujaan. Kedepan yang perlu dipikirkan disamping masalah bhakti adalah bagaimana tempat ini menjadi bermanfaat bagi orang banyak bukan secara Niskala saja tetapi juga secara Skala, seperti : munculnya Pedagang makanan, barang kerajinan, parkir, dan lain-lain dari penduduk sekitar, sehingga keberadaan ”Petilasan Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan dan Parhyangan Sapta Pandita” bisa memberi kemakmuran kepada semuanya.




Dilaporkan,


Nyoman Sukadana
Karanganyar-Solo-Jawa Tengah
19-9-2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)