TIRTAYATRA KE PURA BUANA AGUNG MAHENDRA JATI
DUKUH DEMPING-KARANGANYAR
Untuk menjalin komunikasi dengan umat Hindu di lereng Gunung Lawu dan sekitarnya, maka sebagai kegiatan rutin tiga-bulanan, maka pada Minggu 10 Desember 2006 Banjar Solo-Timur melakukan lagi Tirtayatra yang kali ini dipilih ke Pura Buana Agung Mahendra Jati, Dukuh Demping, Dusun Anggrasmanis, kec. Jenawi, Kab.Karanganyar, Jateng. Perjalanan ke Dukuh Demping ini berjarak sekitar 60 km itupun dipilih lewat jalur Sragen dari arah Solo dan berbelok kekanan menuju ke Kec.jenawi. Jika ditempuh dari Karanganyar jaraknya lebih dekat tetapi medannya lebih sulit karena Dukuh Demping ini tempatnya diketinggian walau lebih rendah dari Candi Ceto. Perjalanan melalui Sragen jalannya bagus dan cukup datar tetapi mendekati tujuan jalan mulai menanjak dan yang terberat ketika akan memasuki Dukuh Demping dengan tanjakan yang cukup tinggi, tetapi syukur dengan semangat yang tinggi rombongan bisa sampai dengan selamat. Perjalanan sempat melewati kantong umat Hindu penyungsung Pura Buana Agung Lingga Bhuana dan juga Pura Kalisodo, yang masih berada di Kec.Jenawi, dimana total Pura di Kec Jenawi saja ada 13 buah., Sampai ditujuan rombongan langsung menuju ke areal Pura dengan melalui jalan setapak lebar sekitar satu meter dan berupa tangga semen sampai kepuncak atau Lokasi Pura. Ternyata areal Pura ini tidak besar luasnya sekitar 18M x 9M, dan berada di Ketinggian sehingga dapat melihat pemandangan dibawah dengan baik. Kami diterima umat Hindu disana dan oleh Pemangku Pura Mahendra Jati, yaitu : Pinandita Djito dan Pinandita Widodo. Setelah melepaskan lelah sebentar, maka sekitar pukul 11. rombongan melakukan persembahyangan bersama dipandu Pinandita Djito dan Mangku Pasek. Sementara Pinandita melakukan Puja Stawa juga Ngarga Tirta, maka umat melantunkan kidung pujian memuja kebesaran Hyang Widhi. Kidung Asmorondono yang dilantunkan umat membuat suasana yang sejuk dan tenang menjadi lebih khusuk dan menimbulkan aura religi yang tinggi dan membuat umat semakin larut dalam pemujaan akan kebesaran Hyang Widhi. Sekitar satu jam persembahyangan selesai dilanjutkan dengan ramah tamah dan sambutan-sambutan dipandu oleh Supardi dari PHDI Jenawi. Sambutan dari tuan rumah dilakukan oleh Pinandita Djito dan juga sejarah keberadaan umat disampaikan oleh Sukiman dilengkapi oleh Pinandita Djito. Dari umat Solo Timur disampaikan sambutan Ketua banjar Made Suastika, darmawacana oleh Nyoman Suendi, dan Darmatula dipandu oleh Nyoman Chaya. Serah terima sekedar bantuan dana serta sedikit buku-buku diserahkan oleh Pengurus Banjar kepada Pinandita Djito. Sebelum pamitan, maka umat menikmati suguhan dari tuan rumah. Dengan wajah-wajah cerah walau sedikit capai, rombongan kembali kerumah masing-masing setelah mengucapkan Parama Santih.
Sejarah Keberadaan Pura Buana Agung Mahendra jati
Seperti yang dipaparkan oleh Sukiman dan dilengkapi Pinandita Djito, Pada tahun 1985 umat Dukuh Demping sedianya menjadikan Pura Giriloka di Dukuh Temuireng sebagai tempat sembahyang, namun muncul ide untuk membuat Pura dimasing-masing tempat.yang bisa lebih dekat dan memudahkan pembinaan umat. Waktu terus berjalan dan Pura belum berdiri sampai pada tahun 1991 umat mendapat petunjuk spiritual, yang akhirnya berdiri pertama justru Pura Buana Agung Lingga Buana. yang maish di Kec. Jenawi. Petunjuk sunia kembali diperolah umat tertentu, bahwa Pura BA Lingga Buana mempunyai “pasangan” dan diyakini tempatnya di Dukuh demping. Bukti yang pertama adalah dengan Hibah tanah 6M x 9M oleh Cilik seorang warga Demping, yang dilanjutkan dengan hibah kedua dari Wiryo sehingga luas tanah Pura menjadi 18M x 9M, cukup untuk sarana pemujaan umat Dukuh Demping yang berjumlah 49KK, walau sayang sekali 2 kk sudah beralih ke agama lain, yaitu satu Islam, satu Kristen. Hal ini perlu mendapat perhatian para tokoh umat. Sebagai Pelinggih awal distanakan Hyang Ismaya dimana setelah keterlibatan umat dari Bali dan berdiri Padmasana, Pelinggih Hyang Ismaya ini ingin di pralina tetapi tidak jadi karena Pemangku setempat Kerauhan (trance) dan ada yang sakit, sehingga sampai sekarang Pelinggih ini masih ada walau bentuknya sederhana. Ngenteg Linggih Pura BA Mahendra Jati dilakukan pada 18 Mei 2000 Purnama Sidhi Caka 1922 (1933 Saka jawa), dengan Manggala Upacara Ida Pedanda Gde Putra Sidemen. Di Dukuh Demping juga ada 3 sendang (mata air/telaga) yang diyakini punya aura spiritual, yaitu : Sendang Batu belah, yang dipercaya merupakan Tirta Dasamala, Sendang Ananta Bhoga yang mengeluarkan Tirta Panguripan dan ada pohon Kantil/Cempaka berbunga dua warna,, dan yang ketiga Sendang Banyu Kuwum yang merupakan Tirta Amertha Buana. Persembahyangan di Pura BA Mahendra Jati dilakukan dua kali yaitu : Jumat Kliwon dan Sabtu Kliwon, yang biasanya dilakukan juga pembinaan umat oleh Pinandita Djito. Piodalan pada Kamis Wage Watugunung (Purnama Kasa). Sesuai penuturan Supardi, umat di Demping khususnya dan Jenawi pada umumnya tidak lepas dari masalah. Yang pokok adalah social ekonomi yang rendah, sehingga tidak cukup dana untuk membuat Pura yang bagus bahkan jalan setapak (tangga ke Pura) sebagian belum disemen. Guru agama Hindu di Jenawi dulu 80% sekarang tinggal 10%, dan umat Hindu yang dulunya sekitar 19.000 orang, sekarang tinggal sekitar 2000 orang. Penurunan ini bukan lagi pada masalah KTP atau pembuatan Akte Perkawinan seperti dulu-dulu, tetapi pada “Bargaining/daya tawar” yang intinya lemahnya Sradha/keyakinan akan KeHinduannya . Umat terutama pemudanya sekarang mengikuti fihak perempuan atau laki mempelai ketika terjadi perkawinan beda agama, yang perlu menjadi perhatian para tokoh umat dimanapun berada. Tetapi ada optimisme dari tokoh umat setempat yang menarik yaitu : “Jika dulu kita tinggi kuantitas tetapi rendah kualitas, maka sekarng ini walau rendah kuantitas tetapi tinggi kualitas”.
Dilaporkan,
Nyoman Sukadana
Karanganyar - Solo - Jawa Tengah
12-12-2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)