SIMAKLAH KENAPA ME-TAJEN
Pemberantasan Tejen di Bali saat ini kembali menjadi berita yang sangat menarik disamping berita demo kenaikan BBM, kurs dollar melemah, keributan pasca Pilkada, dan pernak-pernik masalah konpensasi BBM. Dari Kepolisian, tokoh masyarakat, bahkan rohaniawan ikut angkat bicara agar Tajen ini hilang atau punah dari Bumi Bali dan dimanapun. Sudah banyak para pakar bicara ada yang menyatakan Tajen menyimpang dari Weda, cermin masyarakat malas, dan lain sebagainya. Terkesan para bebotoh Tajen ini sudah diposisikan pada tempat atau fihak yang dipersalahkan sehingga perlu diberi ganjaran. Namun dari semuanya itu belum pernah ada tulisan yang mencoba me-repleksikan kenapa mereka me-tajen ?. Karena cara-cara yang sefihak ini, maka tanpa bermaksud membenarkan wajar jika para bebotoh demo, atau pulang dari tahanan disambut Baleganjur .
Saya mengenal lingkungan judi ini walaupun bukan penjudi. Judi yang dilakukan ada beberapa macam yang dominan, yaitu : Tajen, ceki, kartu/domino, dan buntut. Orang yang meceki atau main kartu dan buntut, belum tentu me-tajen, tetapi orang yang me-tajen biasanya juga melakukan judi yang lainnya diatas. Yang hampir semuanya dilakukan adalah pasang nomor buntut. Jadi bentuk judi ini banyak dan melibatkan masyarakat banyak. Jika dibilang bertentangan dengan Weda, maka semua judi yang disebutkan diatas bertentangan dengan Weda. Mungkin Tajen ini paling kentara penyimpangannya terkait dengan Tabuh Rah, atau mungkin Tajen ini sebagai batu loncatan pertama untuk memberantas judi-judi lainnya, itu silahkan saja. Yang inti ingin saya sampaikan disini adalah sudahkah disimak kenapa mereka me-tajen ?. Jika dicari inti permasalahannya, maka point utama masalahnya adalah Ekonomi dan Lingkungan. Kehidupan yang semakin berat ini mengakibatkan mereka ingin memperoleh jalan pintas untuk memperoleh uang lebih yang tidak didapat dari pekerjaan sehari-hari. Ditambah oleh lingkungan tajen yang sudah ada entah sejak kapan, maka menjadi klop-lah keinginan dengan medan yang tersedia untuk terjadinya perjudian. Kebanyakan dari mereka adalah kalangan buruh atau pegawai rendahan dan jika ada kalangan orang berduit, ini biasanya juga punya masalah dengan keuangan.
Untuk pemecahannya sebenarnya tidak bisa keluar dari masalah ekonomi, artinya ciptakan kesejahtraan dengan menciptakan lapangan kerja. Perlu mengaktifkan lapangan kerja di kampung-kampung di Bali dengan memperbanyak Industri Rumah Tangga. Bali terkenal dengan Industri Garment dan ini bisa menyerap banyak tenaga kerja, Dept.Perindustrian bisa diajak kerja-sama. Bali juga masih dominan Pariwisata sehingga bisa juga dibuka Industri kerajinan. Orang-orang kampung juga bisa diberikan ketrampilan perbengkelan, atau lainnya dengan bantuan pemerintah atau pengusaha. Pada hari-hari tertentu bisa sebulan 2-3 kali diadakan ceramah Agama oleh Parisada , jadi ada keseimbangan Jasmani dan Rohani. Ada pengalaman saya jika pulang ke Bali sering mengadakan Tita Yatra, misalnya ke Pura Lempuyang atau beberapa Pura lainnya. Dari satu atau dua orang yang direncanakan ikut bisa berkembang menjadi sampai dua bis, sebagaian besar dari mereka adalah yang sehari-harinya berjudi. Secara umum mereka ingin berdoa agar terjadi perbaikan dalam kehidupan materiil dan spiritual mereka. Ini berarti mereka juga ingin hidup tenang tidak berjudi. Saat itu karena aura rohani Tirta Yatra bisa membuka hati mereka untuk mempersiapkan masa depan lebih baik, tetapi ketika sesampai dirumah istri minta uang dapur, anak-anak menangis belum bayar uang sekolah, iuran adat belum dibayar, ada tetangga punya kerja, dll. maka dicoba alternative yang dianggap cepat membantu dan lingkungan mendukung, maka “Berjudilah”. Lain lagi dengan buntut, plat mobil saya pernah dipercaya merupakan kode sehingga ketika pulang ke Bali dipasang, dan anehnya pernah keluar empat nomor. Fenomena ini akan susah untuk disampaikan, bahwa itu adalah salah dan dilarang agama, karena suatu keadaan yang menjelimet, lingkungan yang sudah terbentuk lama dan sudah menjadi keseharian mereka sehingga menjadi hal yang biasa.
Melalui kesempatan ini saya menghimbau kepada para pejabat atau tokoh masyarakat yang punya niat mulia untuk memberantas judi yang nyata-nyata menyengsarakan masyarakat agar dapat melihat kasus berjudi ini dari dua sisi yaitu dari sisi yang akan memberantas dan dari sisi bebotoh itu sendiri. Cobalah simak latar belakang mereka melakukan hal itu, memang ini memakan waktu dan butuh kesabaran tetapi akan menghasilkan ketenangan yang sesungguhnya, bukan dipermukaan judi terlihat tidak ada tetapi begitu petugas lengah, maka bebotoh beraksi lagi. Peganglah dulu para bandar dan beking-beking yang jangan-jangan ada dari fihak aparat kepolisian, buka lapangan kerja yang menyerap banyak tenaga kerja (Industri Rumah Tangga), dan terjunkan para rohaniawan atau tokoh agama. Jika ini bergerak harmonis ibarat bergeraknya empat roda mobil, maka pemberantasan judi akan effektif. Saya sempat pesimis menerima SMS yang isinya ajakan untuk memberantas Tajen dari organisasi yang sesungguhnya positif, hanya saya berpikir dengan cara itu tidak akan menyelesaikan masalah karena terkesan sepihak. Coba dipikirkan cara-cara yang simpatik, manusiawi, tetapi juga tegas dan berlandaskan hukum dan ajaran agama. Akhir kata semoga para fihak yang terkait diberi kekuatan dan kesabaran sehingga tercipta kesejahtraan jasmani & rohani dimasyarakat. Sejujur-jujurnya manusia seperti Yudistira/Darmawangsa, pernah mencelakakan Pandawa dan keluarga karena Judi, maka hindarilah.
Penulis,
Nyoman Sukadana
Karanganyar-Solo-Jawa Tengah
29-09-2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)