YOGA DAN TENAGA DALAM
”Yoga” diciptakan oleh Rsi Wyasa dan dalam perkembangannya kemudian disempurnakan dengan lebih sistimatis oleh Rsi Patanjali, yang tujuan utamanya adalah sebagai jalan menyatukan bhuwana alit (mikrosmos/manusia) dengan bhuwana agung (makrokosmos/alam semesta-juga berarti Brahman). Dengan fase-fase yang disusun secara teratur kedalam delapan tingkatan (Astangga Yoga), maka dengan ketekunan yang baik intisari dalam Yoga bisa membimbing manusia menjadi lebih baik atau lebih berkualitas jasmani maupun rohani. Jika berbicara masalah Yoga atau berbicara para Rsi penekun Yoga ataupun praktisi Yoga pada umumnya, maka tidak terbersit sedikitpun berbicara masalah kekuatan, kewisesan, atau kanuragan, walaupun jika ditelusuri pasti ada bagian Yoga yang bisa diarahkan untuk hal itu (kanuragan). Para Rsi yang menyadari tujuan Yoga untuk kesehatan jasmani dan rohani atau lebih jauh lagi menyatukan diri menuju kepada Brahman, tidak mau menfaatkan Cakra Api (Agni) atau Cakra Kundalini misalnya dalam aplikasinya, tetapi memilih salah satu Cakra disekitar dada, karena konon agar tidak mengarah kepada hal-hal kanuragan, karena seorang Rsi sudah tidak berada diwilayah seperti itu. Dalam prakteknya Yoga kemudian berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia, seperti : untuk kesehatan, kecantikan, atau untuk hal yang lebih jauh lagi, seperti ”Babaji” seorang penekun Yoga di India, dikenal tetap awet muda (tetap seperti usia 30 tahunan) walaupun kenyataannya sudah berusia beberapa ratus tahun, hal itu karena menekuni Yoga.
Sejalan dengan penyebaran agama Hindu ke Nusantara, maka Yoga juga berkembang dengan baik, bahkan karena di Nusantara banyak kerajaan-kerajaan, maka Yoga juga menyesuaikan kebutuhan, maka disamping ditekuni oleh para Mpu atau rohaniawan jaman itu, banyak fihak yang berikutnya mengembangkan sisi kekuatan/kewisesan dari manusia melalui Yoga, maka ”Cakra Kundalini” menjadi point utamanya. Banyak kemudian muncul penekun kewisesan/kanuragan atau kesaktian dan terus berkembang sampai jaman republik bahkan sampai sekarang. Diakui atau tidak, banyaknya perguruan-perguruan Tenaga Dalam di Indonesia awalnya menggali dari Yoga karena ”pernapasan” sebagai olah utamanya mempokuskan pada daerah perut atau tiga jari dibawah pusar dan itu adalah kundalini yang diibaratkan sebagai naga tidur dan melingkar menyerupai obat nyamuk bakar. Dalam pelatihan atau pengembangan diri, beberapa perguruan mempunyai metode berbeda atau punya ciri khasnya, seperti : ada ”Merpati Putih” yang mampu memukul benda keras atau memanfaatkan untuk dapat melihat (mis Menyetir mobil) walau mata tertutup, ada yang dengan pengembangan tenaga hidrolik, sehingga dapat mementalkan fihak lawan yang menyerang, perguruan ini seperti : Persiteda PATRIOT, Sinar Putih, Sinlamba, Bambu Kuning (di Bali), dan lain-lain. Ada yang lebih menekankan kepada penyaluran hawa murni untuk kesehatan, seperti : Satria Nusantara, Tai-Chi, dan Rei-Ki (lewat penyelarasan energi/ A Tune). Dalam aplikasinya juga sudah lintas agama, sehingga doa atau rapalan, sudah menyesuaikan dengan agama-agama tertentu, walau ada yang sifatnya universal (contoh : Patriot dan Satria Nusantara). Kekuatan/energinya pun disebut berbeda, ada yang menyebut ”Prana”, Chi (bahasa China), Ki (bahasa jepang), bahkan secara tradisionil ada menyebut ”Sedulur Papat kelima pancer” di Jawa, Kanda Pat di Bali, dan lain lain. Sekarang ini, siswa-siswa perguruan sudah banyak yang mendirikan perguruan sendiri-sendiri, sehingga banyak muncul nama-nama baru. Terkait dengan isu akan di-haramkannya Yoga oleh MUI bagi umat Muslim, maka untuk perguruan-perguruan yang berbasis ”Pernapasan” ini, tidak akan terpengaruh, karena perguruan ini sudah terbentuk sejak lama dan menyesuaikan dengan masyarakat penggunanya dari berbagai kalangan dan berbagai agama. Yang perlu dikaji ulang adalah ”Yoga” yang masih murni dengan Astangga Yoga, walaupun ini juga tidak perlu terlalu dikhawatirkan, karena pertama Yoga ini memang basicnya untuk umat Hindu dan sudah pasti tidak mengenal haram. Yoga dalam pengertian universal juga sudah banyak dan sudah eksis, dan yang terpenting fatwa tidak secara otomatis akan diikuti oleh umat muslim, mereka punya patokan-patokan lain juga sesuai dengan kebijaksanaan mereka, seperti rujukan dari para ahli agama atau pemahaman pribadi masing-masing yang dalam Hindu dikenal dengan ”atmanastuti” atau dengan ”Wiweka”. Jadi dengan pengertian ini tidak perlu kita umat Hindu terlalu terburu-buru curiga apalagi was-was dengan isu lahirnya Fatwa haram Yoga bagi umat muslim, karena dijaman kali yuga ini kita memang harus lebih introspeksi diri atau lebih meningkatkan kualitas batin daripada kita koreksi fihak lain yang ujung-ujungnya menimbulkan ketegangan bahkan dapat terjadi perselisihan antar umat beragama. Jadi kembali kepada hakikinya Yoga, maka jadikan Yoga untuk meningkatkan kualitas diri secara jasmani dan rohani, dengan demikian kita menjadi manusia yang sehat, stabil emosinya, tenang, bijaksana, dan bhakti. Didalam keseharian kita bersembahyang, misalnya Tri Sandhya sesungguhnya kita sudah melakukan Yoga secara terbatas, jika ingin menekuni silahkan datang kepada ahlinya.
Penulis,
Nyoman Sukadana
Karanganyar-Solo-Jawa Tengah
14-12-2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)