PEMLASPASAN BEJI
DI PETILASAN KYAYI I GUSTI AGENG PEMACEKAN DAN PARHYANGAN SAPTA PANDITA (Sejarah Petilasan Bagian II)
Sesuai dengan rencana, pada Jumat Legi, 3 April 2009 dilaksanakan ”Upacara Pemlaspasan BEJI” di Petilasan Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan dan Parhyangan Sapta Pandita, Karangpandan, Karanganyar, Solo. Upacara di puput oleh Pandita Mpu Nabe Jaya Rekananda yang merupakan penglingsir Pura setelah Nabe beliau Ida Pandita Mpu Nabe Sinuhun Pemuteran Lebar (meninggal). Saat muput beliau didampingi oleh Pandita Mpu Daksa Jaya Dhyana, dari Pasraman Wanagiri, Br.Baledan, Kec.Nusa Penida, Klungkung. Prosesi dimulai ketika Pandita Mpu munggah sekitar pukul 08 wita dan berakhir sekitar pukul 10 wib. Pelinggih Beji yang diplaspas berupa Padma dan Piasan, pelinggih lainnya berupa Penunggun Karang dan Pelinggih Tan Hana yang sebelumnya sudah ada, jadi ini hanya memindahkan (Megingsir) ke pojok-pojok Beji. Diplaspas juga Bale Pesandekan serta Bale Pawedan. Semua banten pokok disiapkan dari Bali yang datang bersama rombongan Pandita Mpu Nabe Jaya Rekananda, serta rombongan lainnya yang datang ngiring Pandita Mpu Daksa Jaya Dhyana, rombongan Pandita Mpu Jaya Satya Nandha, Bitra Gianyar, rombongan Jro Mangku Rasna dari Padangsambian Denpasar yang datang satu bis, dan rombongan umat lainnya sehingga total hampir 10 mobil, dengan umat lebih dari 50 orang. Para damuh yang datang diluar Sulinggih seperti Pemangku dan Jro Gede serta umat lainnya berbaur dengan Pemangku dan Pengempon Petilasan, mendukung yadnya pemelaspasan sehingga berjalan dengan baik, mulai dari Pembersihan, ngurip wewangunan & Pelinggih, nuntun Ida Bhatara khususnya simbolisasi ngingsirang Ida Bhatara dari Beji sebelumnya yang bertempat diluar Pura yang selanjutnya di Pralina, termasuk pralina Penunggun Karang dan Pelinggih Tan hana yang lama. Suasana terang tidak hujan dan dimeriahkan tari Topeng oleh Mangku Darpa membuat semarak suasana. Setelah pemelaspas selesai, para umat dari Bali hari itu juga pulang dengan membawa perasaan lega karena proses ini sudah sukses dilaksanakan tinggal memelihara skala-niskala yang dipercayakan kepada Pengempon Pura.
Seperti diketahui, keseluruhan ”Proses Pembangunan BEJI” sudah dimulai sejak ”Ngeruak karang dan membangun pelinggih awal” dilakukan pada tilem kelima 27 Nopember 2008, dilakukan Pandita Mpu Nabe Jaya Rekananda serta Mpu Nabe Istri, didampingi Putra Dharma, Pandita Mpu Jaya Satya Nandha, Pandita Mpu Jaya Wasistha Nandha, Ida Bhawati Putu Setia, serta rombongan pengayah 14 orang yang banyak merupakan Pemangku merangkap tukang dokomandani oleh Mangku Made Puji dengan arsitek Pandita Mpu Jaya Wasistha Nandha. Pekerjaan yang dapat diselesaikan saat itu adalah : Pelinggih Padma, Piasan, Penunggun Karang, Pelinggih Tan Hana, Bale Pawedan dan Pesandekan (belum diatap), Kolam Beji, termasuk pemasangan patung diluar Beji berupa : dua patung didepan Candi gelung Petilasan, serta patung Brahma-Wisnu di Padmasana dan patung Ghana (Ghanesa) di jeron Pura, semuanya dilakukan dengan cepat tanpa mengenal lelah dalam waktu dua hari . Patung dan pelinggih (bahan cetakan) ini dibuat di bali dan dikirim oleh Gede Sumanasa salah satu pengurus MGPSSR dengan truck omprengan. Tugas berikutnya dilakukan oleh Pengempon dikomandani Ketua Nyoman Nasa serta Pemangku Pura Jro Mangku Pasek, serta para pengempon dan pemangku lainnya yang datang secara bergilir karena sebagian besar adalah karyawan aktif baik di swasta, kepolisian, dosen, dan lainnya. Yang dilakukan Pengempon adalah membangun ”Penyengker” dengan pondasi kedalaman dan lebar sekitar 1 meter, tinggi penyengker dari dasar pondasi adalah 3,5 meter, luas keseluruhan Beji 27meter x 16 meter (sebelumnya sudah ada penyengker 6 meter, sehingga yang dibangun baru 21Mx16M). Batu kali dan tanah diambilkan dari areal tanah milik pura dan menghabiskan sekitar : 150 meter kubik batu, pasir 60 meter kubik, batako 850 biji, semen 175zak a 40 kg. Karena tanah Beji miring maka dilakukan pengurugan menghabiskan sekitar 250 meter kubik tanah sehingga bisa rata seperti sekarang. Pekerjaan lain adalah merapikan fisik bangunan melanjutkan yang sudah dilakukan oleh semeton dari Bali. Semua pekerjaan diserahkan kepada tukang serta buruh dari umat sekitar untuk menjalin komunikasi yang baik antara pengempon dengan warga, disamping mereka juga ada ikatan batin dengan Bhatara Kawitan di Petilasan. Pada 30 Januari 2009 rombongan dari Bali datang lagi dipimpin Pandita Mpu Nabe Jaya Rekananda bersama para Pemangku dan tukang dikomandani Jro Mangku Rasna dari Padangsambian Denpasar. Kali ini dibawa atap Bale Pawedan dan bale Pesandekan yang dikerjakan seluruhnya di Bali untuk effisiensi jadi di jawa hanya merakit saja. Keduanya ini sumbangan dari Jro Mangku Rasna pemilik UD Rasna Jaya dikerjakan di Jalan Gunung Agung Denpasar, dan penggarapannya dilakukan melalui punia umat yang ngayah. Dengan sigap para pengayah mengerjakan pemasangan atap bale dan pekerjaan lainnya sehingga bisa rampung dengan singkat. Pada 6 Maret 2009 umat dari Bali datang untuk ketiga kalinya dipimpin Pandita Mapu Nabe Jaya Rekananda didampingi kembali oleh Jro Mang Rasna dengan pekerjaan : memasang lima patung di atas kolam, dan memasang keramik serta memelester pondasi bale Pawedan, dan lain-lain sehingga bisa disebut pekerjaan finishing, untuk bisa dilakukan Pemlaspasan pada Jumat legi, 3 April 2009. Sebelum pemelaspasan dilakukan penataan landscaping oleh pengempon serta menanam bunga dan tanaman yang penting lainnya seperti : tunjung, dan pohon pisang (biyu) kaikik yang merupakan syarat utama bagi Pratisentana Pasek jika meninggal, tanaman-tanaman tersebut disamping dibeli juga banyak merupakan sumbangan umat khususnya pengempon yang peduli dengan keindahan dan keasrian Beji.
Pemlaspasan Beji telah selesai dan Pura Pemacekan semakin lengkap sarananya, diharapkan memberi kenyamanan bagi umat yang datang khususnya kenyamanan batin yang bisa dirasakan kita semua, yang lebih penting lagi adalah dengan kesejukan Beji semoga tumbuh kesadaran hati para pratisentana, bahwa Pura ini milik kita semua dan agar bersatu padu menjaga dan merawatnya, hilangkan rasa ego, tumbuhkan kesadaran kebersamaan, seperti yang diteladani ketika jaman leluhur kita menjaga parhyangan di Bali secara turun temurun, juga secara politis khususnya era Kyayi I Gusti Agung Pasek Gelgel menjadi raja di Bali dan sesudahnya menjadi tokoh masyarakat seluruh Bali, sehingga kesadaran kekerabatan satu wit perlu dikedepankan dengan payung bhisama Bhatara Kawitan. Mengingat juga sejak jaman kerajaan di Jawa (Singasari, Daha, Kediri, Majapahit) para Mpu keturunan Sapta Pandita selalu menjadi Purohita kerajaan tersebut mengajarkan Dharma kepada umat dan tidak menutup kemungkinan Pura Pemacekan bisa menjadi Ashram atau Pedukuhan seperti masa lalu, bahkan seperti harapan para tokoh umat, kedepan Pura Pemacekan bisa menjadi ”Hindu Center”. Astungkara.
Dilaporkan :
Nyoman Sukadana
Karanganyar-Solo-Jawa Tengah
05-04-2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)