MEMAKNAI SEBUAH RAMALAN
Ketika sedang berlangsung Perang Bharata Yudha di medan Kurusetra, Raja Destarata yang buta meminta bantuan Sanjaya keponakannya anak dari Widura untuk menceritrakan apa yang terjadi di medan peperangan antara Pandawa dan Kurawa itu. Tidak ubahnya seperti reporter TV atau Radio di jaman sekarang, Sanjaya menjelaskan satu demi satu kejadian yang menyedihkan itu kepada Destarata sebagai pemirsa. Ilustrasi diatas memberikan pandangan kepada kita, bahwa kejadian yang kita alami dijaman ini sudah diramalkan lewat Kisah Mahabharata itu, walaupun cara kita menangkap makna Mahabharata itu akan berbeda-beda satu dan yang lainnya, ada yang mengambil makna filosofisnya ada yang mengambil makna etis/etika, ada yang memaknai sebagai bacaan komik semata, dan ada yang memaknai itu sebagai ramalan, hal itu adalah kebebasan pembacanya. Dijaman kerajaan-kerajaan di Nusantara juga dijumpai ramalan-ramalan seperti : Ramalan Joyoboyo yang dikenal dengan Jangka Joyoboyo, bahkan di negeri barat sana ada juga dikenal Ramalan Nastrodamus. Dijaman moderen ini banyak mewarnai kancah ramal-meramal ini oleh orang-orang yang sering dikenal dengan Paranormal. Ramal-meramal ini ada yang dilingkungan terbatas namun ada juga yang terbuka dan dipublikasikan di media masa. Apalagi disaat negara ini sedang menghadapi bencana, contoh saja Meletusnya Gunung Merapi atau Gempa di Jogja dan sekitarnya, maka banyak kemudian muncul ramalan-ramalan dengan berbagai penjelasannya, walaupun sebenarnya semuanya itu adalah kekuasaan Hyang Widhi, sehingga tidak perlu dipublikasi apalagi diperdebatkan. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita memaknai sebuah ramalan ?
Mahabharata dan Bharata Yudha adalah Itihasa sehingga merupakan bagian dari Weda sehingga kebenaran akan hal itu adalah mutlak seperti halnya keyakinan kita akan Weda. Ramalan Joyoboyo muncul ketika teknologi belum canggih seperti sekarang, sehingga orang pada jaman itu punya kesempatan bahkan dipaksa oleh situasi untuk meperdalam batinnya, contoh saja dijaman sekarang jika kita ingin menghubungi kawan atau saudara yang jauh, cukup dengan mengangkat telepon atau Hp, maka komunikasi sudah bisa terjadi, tetapi dijaman itu karena kontak antar personal juga sangat diperlukan, maka bisa jadi mereka melakukan olah batin untuk melakukan komunikasi jarak jauh, sehingga tidak sedikit orang yang memiliki Daya Linuih, Ilmu kanuragan, dan ketinggian batin. Dijaman sekarang ketika sarana teknologi yang bersifat material telah menggeser atau ,mengurangi porsi spiritual, tidak banyak orang yang mau mendalami olah batin ini, itulah sebabnya orang-orang yang mendalami olah batin seperti ini sangat langka adanya. Tetapi budaya ramal-meramal ternyata tidak menjadi pudar atau hilang, banyak muncul orang-orang yang tidak segan-segan meramal, umumnya terhadap pribadi seseorang atau pasiennya, bahkan sangat berani meramal keadaan suatu daerah atau keadaan Indonesia dimasa depan. Pada tulisan ini perkembangan pengaruh teknologi yang bersifat material yang mengurangi porsi spiritual, tidak selalu berarti berkurangnya kadar spiritual para peramal tadi, tetapi yang perlu ditekankan adalah mengajak kita untuk bijak menerima atau menyampaikan suatu ramalan. Seorang yang punya kemampuan melihat masa depan seharusnya tidak begitu mudah menyampaikan sesuatu yang diperoleh atau diketahuinya kepada khalayak ramai karena hal itu adalah kekuasaan Hyang Widhi, kalau pengetahuan itu diyakini benar, maka yang perlu dilakukan adalah mengajak umat manusia ini semakin dekat kepada Hyang Widhi dan meninggalkan cara-cara atau sikap-sikap yang keliru selama ini agar memperoleh keselamatan, jadi bijaklah menggunakan kelebihan diri. Bagi umat yang menyukai berkonsultasi atau sekedar mendengar sebuah ramalan, maka ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Jangan menelan mentah-mentah ramalan tersebut, kecuali yang berasal dari Weda, seperti : Itiasa (bagi yang menganggap ramalan), atau Bhavisya Purana, dll. maka hati-hatilah, atau bila perlu jauhkan diri dari ramal-meramal ini dan lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta sehingga tumbuh kepasrahan diri kepada Beliau. Ramalan ini bisa jadi merupakan visualisasi batin dari peramal tersebut yang sangat tergantung kepada tingkat kesucian orang tersebut, sehingga pada kasus yang sama jika ditanyakan kepada peramal yang berbeda-beda, akan memperoleh jawaban yang berbeda tergantung tingkat dan cara orang tersebut menterjemahkan bahasa batin ini. Saya meyakini, bahwa pesan-pesan batin yang diperoleh tidak : utuh, vulgar, jelas, atau terinci, tetapi merupakan visual, simbul, atau bahasa batin yang terbatas, sehingga siperamal tersebut perlu mencerna kembali dan menterjemahkan kedalam bahasa umum yang mudah dicerna, disinilah akan terjadi perbedaan satu dengan lainnya bahkan bisa jadi kerancuan dengan makna sebenarnya. Jika informasi batin ini diinformasikan kepada orang awam mungkin tidak menimbulkan dampak yang luas, tetapi jika informasi (ramalan) ini diterima oleh : tokoh umat, pemimpin masyarakat, bahkan misalnya oleh pemimpin suatu negara, lalu dijadikan pedoman untuk mengambil suatu tindakan, maka itu adalah suatu hal yang berbahaya. Seorang manusia dianugrahkan oleh Hyang Widhi memiliki Wiweka (Logika) dan juga memiliki ketinggian batin yang perlu diasah dengan kebersihan jiwa, maka setiap orang punya peluang yang sama untuk memperoleh info atau berkomunikasi dengan Hyang Widhi dengan kata lain setiap orang pada hakekatnya adalah peramal, maka marilah kita percaya diri dengan cara menyerahkan sepenuhnya batin kita hanya kepada Hyang Widhi, biarlah beliau yang mengarahkan diri kita harus kemana, bukan peramal.
Penulis,
Nyoman Sukadana
Karanganyar - Solo - Jawa Tengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)