Senin, Agustus 03, 2009

MENGENAL UMAT HINDU DI TANAH JAWA

Umat Hindu di Tanah Jawa yang asli suku Jawa, adalah orang-orang pilihan, keyakinan mereka terhadap “Warisan Leluhur (Agama Hindu)” sangat kuat. Pada umumnya di Bali masyarakat menjadi Hindu terutama karena mereka berada dilingkungan Hindu, bapak-ibu mereka Hindu, tetangga Hindu, dan keseharian mereka adalah Hindu yang tertuang dalam bentuk seni-budaya, dll. Namun umat Hindu di Jawa berada pada keadaan yang praktis berbeda dengan umat Hindu di Bali. Pada tulisan ini penulis menyoroti Umat Hindu di sekitar lereng Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah.

Keberadaan mereka ditempat sekarang adalah banyak terkait dengan masa lalu, dimana demi mempertahankan keyakinan mereka terhadap Ajaran Leluhur, maka memilih untuk tinggal ditempat-tempat yang untuk ukuran masa lalu sangat tersembunyi, sebab di jaman sekarangpun dimana jalan-jalan sudah ada dan diaspal, tetap bisa dilihat, bahwa tempat mereka masuk kepelosok. Secara turun-temurunn orang-tua selalu mengajarkan anaknya untuk melaksanakan bentuk bakti yang berupa persembahyangan. Si anak-keturunan taat menjalankan petunjuk orang tuanya, namun lama kelamaan mereka tidak tahu ajaran apa / agama apa yang mereka lakukan itu, karena yang mereka tahu hanyalah menjalankan pesan bapak/ibu, kakek/nenek, dan leluhurnya. Sampai akhirnya masuknya orang Bali ke Tanah Jawa yang mungkin karena sudah kehendak Yang Maha Kuasa, menjadi jelaslah , bahwa yang mereka lakukan selama ini secara turun temurun adalah “Bhakti” yang merupakan ajaran Agama Hindu, sehingga klop sudah mereka untuk menyandang sebutan “Umat Hindu”. Penulis punya keyakinan, bahwa orang-orang pilihan ini yang tersebar di beberapa tempat di Tanah Jawa, baik Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, mempunyai latar belakang dan suratan takdir yang sama, bahwa mereka adalah “yang terpilih sebagai penerus ajaran leluhur”. Walaupun penulis tidak sampai berinteraksi dengan umat Hindu di seluruh Jawa, namun yakin ada benang merah antara umat-umat ini dan itu hanya beliau Yang Maha Kuasa yang tahu.

Kedepan, umat Hindu dari Bali yang datang ke Jawa harus bisa memahami kejiwaan dan tradisi mereka. Umat Hindu dari Bali jangan membawa cara Bali ke Jawa (maksudnya Bebantenan), demikian kata orang Bali yang sebenarnya punya niat baik menasehati kawan-kawannya. Tetapi tanpa disadari justru tindakan itu menjadikan “dikotomi Jawa-Bali”, karena akan muncul Banten Jawa dan Banten Bali. Umat Jawa sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan banten Bali karena banten Jawa-pun banyak dari mereka tidak tahu, kalaupun ada yang membuat atau ada perayaan tertentu, seperti “Mondosio (Medangsie)” masih perlu dicari landasan Weda-nya. Lalu,supaya kita tidak berkutat ke masalah upakara dan maju menuju ke Filosofi Weda (Tattwa dan Etika), ada suatu gambaran tentang Banten Bali yang dibawa ke Jawa, sbb : “ Orang Bali yang ke Jawa dengan membawa Banten Bali, adalah mengembalikan warisan leluhur jaman dahulu dari Jawa yang tetap dipelihara di Bali, cuma tahun demi tahun mengalami perkembangan sesuai dengan seni-budaya orang Bali, sementara orang Jawa sendiri sudah beranak-pinak ratusan tahun jelas tidak mengenal lagi warisan leluhur (Banten) yang dibawa oleh orang Bali kembali ke Jawa”.

Penulis tidak bermaksud menjadikan Umat Jawa menjadi Orang Bali dengan segala tata upacaranya, bahkan penulis telah menasehati umat Jawa yang menyukai tentang upacara tradisionil Jawa untuk melakukan dokumentasi terhadap setiap tata upakara secara Jawa, selanjutnya kita bawa ke “Sulinggih” untuk di test atau diberi dasar Weda. Penulis ingin mengajak semua, mari kita masuk ke “Tingkat Rohani” tentunya melalui pemahaman Ajaran Weda, maka akan terasa kesamaan kita, tidak ada lagi Hindu Jawa, Hindu Bali, yang ada adalah Umat Hindu. Bebantenan biarlah menjadi seni-budayanya karena Hindu sangat dekat dengan budaya, tentunya banten jangan berlebihan yang memberatkan umat. Mengenai penyederhanaan ini Para Sulinggih terutama Para Mpu sudah memberi contoh akan hal itu. Jadi jangan diperdebatkan hal itu,sebab membuat bingung umat Hindu asal Jawa, belum lagi adanya aliran dari India seperti Sai Baba di Jawa. Sudah tatacara leluhur (banten tradisionil Jawa) tidak banyak dikenal, banten bali susah mengikutinya, ditambah lagi tata-cara dari India diperkenalkan, maka semakin membuat bingung umat di tataran yang sedang mencari bentuk ini, karena tingkatan pemahaman umat itu berbeda-beda.

Umat yang mencintai Ajaran Hindu, apapun cara yang dianut termasuk tata-cara India, cobalah memberi contoh pada umat Hindu lainnya. Berbicaralah pada Tingkat Rohani, sehingga umat tidak salah pengertian dengan menganggap ada Ajaran Hindu, Ajaran Sai Baba, Ajaran Hare Krishna, dll. seharusnya umat yang datang kepada Sai Baba atau orang suci lainnya sama pengertiannya kalau kita mendatangi “Sulinggih”, yaitu untuk memperoleh siraman rohani, jadi umat ini mengerti, bahwa Agama Hindu itu hanya satu saja. Kata “AUM” itu adalah diucapkan oleh seluruh umat Hindu didunia ini, baik yang ada di Bali,Jawa, Kalimantan, Sumatra, India, dll. jadi “kita merasa ada persamaan”.

Maka, hanya ada satu jalan, bagi yang tidak sependapat dengan penulis atau yang masih berada di tataran upakara, coba kali ini ikuti dulu ajakan penulis : “Bawalah diri anda ke tingkat Rohani, melalui sering berdialog dengan diri sendiri, meditasi atau merenung, mengenal umat Hindu lainnya, membaca kitab suci, sering mengambil hikmah dari suatu kejadian, iklas ber-danapunia……….… , lakukan ini dengan benar, beberapa waktu kedepan nanti, coba lagi kilas balik pada pola berpikir anda masa lampau, penulis yakin anda akan sadar, bahwa dulu anda tidak tepat menempatkan diri, Selamat mencoba dan sampai bertemu pada pemahaman yang sama.



Penulis,


Nyoman Sukadana
Jaten,Karanganyar-Solo-Jawa Tengah

3 komentar:

  1. Sangat penting shg Sy bersama klg ada referensi Yg lbh akurat... Utk babad Pasek PROUDLY ME & YOU PACEK GENERATION.

    BalasHapus

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)