Senin, Agustus 03, 2009

PERJALANAN KE GOA WISNU
MOJOKERTO – JAWA TIMUR


Mojokerto Jawa Timur tercatat sebagai daerah yang menyimpan kebesaran Majapahit jaman dahulu yang sekarang ini hanya bisa dilihat dari puing-puing peninggalannya. Perjalanan kami mengiringi Sulinggih dan praktisi spiritual bersama beberapa kawan bulan April 2004 lalu, memberi kesan yang dalam dilubuk hati masing-masing. Puing-puing dan sisa-sisa bangunan yang ada seperti memanggil kami dan berceritra akan masa-lalu disaat Majapahit masih jaya. Adalah R.Heriyanti Thatit Widoro Werti yang dengan bangga memperkenalkan “Srikandi Majapahit” sebagai panggilan kebanggaannya dan ada papan nama didepan rumahnya bertuliskan Mangku Majapahit. Dia adalah seorang wanita yang sendiri dengan komitment penuh menjaga peninggalan Majapahit ini walaupun secara administratif dibawah pengawasan pemerintah tentu ada sedikit bantuan biaya perawatan, namun semangat untuk membaktikan dirinya untuk menjaga warisan leluhur tidak bisa dinilai dengan uang. Perjalanan kami hari itu mengambil tempat menginap di Desa Klinter Rejo yang masih memiliki bangunan peninggalan Majapahit. Apa yang kami lakukan adalah semata-mata ingin beradaptasi dengan alam Majapahit memenuhi panggilan hati. Perjalanan utama kami adalah “Ngelinggihang Patung Wisnu dan Dewi Sri di Goa Wisnu.

Anggas Wesi Goa Wisnu, demikian orang menyebutnya tepatnya berada di Desa Jabung, Kecamatan Jatirejo, Kab.Mojokerto. Dari desa Jabung ke Goa Wisnu hanya bisa dilewati dengan jalan kaki kepinggiran desa yang memakan waktu sekitar 1 jam. Tempatnya terpencil dan arealnya juga tidak begitu besar Tempat itu dirawat oleh Bp. Darmaji yang berasal dari Boyolali tetapi dengan senang hati menetap di Goa Wisnu karena disana dia memperoleh kebebasan dan ketenangan katanya dengan tulus. Bp. Darmaji juga berperan melayani orang-orang yang menginap di Goa Wisnu dengan membuat sekedar makanan dan minuman dengan memperoleh sekedar uang padahal di tempatnya di Boyolali dia bisa memperoleh penghasilan yang lebih. Untuk kedua kalinya setelah R. Heriyanti kami melihat suatu komitment yang begitu tinggi dari seseorang yang bernama Bp. Darmaji terhadap peninggalan leluhur. Lalu apa komitment kita terhadap hal-hal seperti ini ?

Rombongan kami, Pandita Mpu Jaya Kerta Tanaya, Bapak I Ketut Nedeng, dan kawan-kawan lainnya, memang merencanakan Ngelinggihang Patung Wisnu dan Dewi Sri di Goa Wisnu. Kami berangkat pagi hari sekitar jam 06. Mobil diparkir di dekat rumah penduduk di Jatirejo dan melanjutkan dengan jalan kaki menyusuri semak-semak dan hutan kayu. Sampai ditujuan rombongan sempat membersihkan diri disuatu empang/ kali kecil yang airnya tidak begitu bersih tapi tidak menghambat kawan-kawan untuk mandi sebelum acara ngelinggihang dimulai. Tempat ini memiliki aura spiritual yang tinggi yang mungkin saja dahulu menjadi tempat Meditasi atau laku spiritual memuja kebesaran Tuhan oleh penduduk jaman itu. Patung Wisnu dan dewi Sri berujud 2 buah patung yang tingginya kurang dari setengah meter dan ditempatkan di dua goa yang berbeda. Upacara ini dipimpin oleh Pandita Mpu Jaya Kerta Tanaya. Dengan dipuja Dewa Wisnu dan Dewi Sri ditempat ini semoga memberi aura kesucian kepada umat yang datang dan daerah sekelilingnya. Karena Goa Wisnu masih berada diareal Majapahit semoga membuka tabir kebesaran Majapahit jaman dahulu sehingga membawa kedamaian kepada setiap insan khususnya penduduk sekitar. Menurut Ibu Heriyanti yang membantu memandu perjalanan kami, sudah dua kali pernah ada umat yang merencanakan membuat Pura disekitar lokasi Majapahit tetapi selalu gagal, mungkin yang perlu dibuat adalah Pura didalam diri dan semoga Goa Wisnu bisa menyediakan tempat untuk itu. Kebetulan saat kami ngelinggihang ada beberapa penduduk yang beragama lain datang ketempat itu tetapi kami bisa berdiskusi dengan sangat akrab dari hati kehati. Inilah bentuk kesadaran rohani yang diharapkan dimana manusia merasa sama dimata Tuhan.

Kami meninggalkan Goa Wisnu siang hari. Perjalanan pulang kami ini, membawa suatu kesan yang mendalam akan keberadaan kami di Lokasi Peninggalan Majapahit dan Goa Wisnu, karena penghayatan kepada setiap tempat yang kami kunjungi. Pandita Mpu Jaya Kerta Tanaya sampai memerlukan 4 (empat) lembar menuliskan kesannya lewat surat yang dikirimkan kepada penulis setelah beliau tiba di Bali, yang intinya : Beliau merasa terharu melihat peninggalan Majapahit yang kurang terawat dan juga kagum dengan komitment Ibu Heriyanti dan Bp. Darmaji serta fihak-fihak lainnya yang sudah dengan tulus hati mau memperhatikan peninggalan leluhur jaman Majapahit.

Kedepan dibutuhkan orang-orang yang punya kesiapan mental yang tinggi serta kebersihan jiwa untuk bisa mengibarkan nilai-nilai luhur yang tertuang dalam setiap ornamen-ornamen peninggalan Majapahit. Tidak keliru rasanya jika diawali dari Goa Wisnu sebagai titik awal melangkah kedepan dengan rohani / ketulusan jiwa sebagai panglimanya bukan kepentingan-kepentingan yang sifatnya duniawi. Semoga leluhur-leluhur di Tanah Jawa khususnya para tetua Majapahit ikut membimbing umat yang punya ketulusan jiwa untuk mampu berbuat kebaikan bagi sesama melalui menjaga kebesaran dan kesucian peninggalan leluhur. Semoga.







Penulis,


Nyoman Sukadana
Jaten,Karanganyar-Solo - Jawa Tengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)