Minggu, Oktober 10, 2010

MEMAKNAI SAKTI DALAM KEHIDUPAN

Jika kita menyebut kata ”Sakti”, maka makna yang muncul kemudian adalah ka-wisesan, kanuragan, dan sejenisnya, sehingga kemudian dilekatkan dengan orang sakti, benda sakti, yang mencerminkan energi berupa kekuatan. Seorang Sulinggih sudah tidak wajar ngelarang/ngamel/menjalankan ke-saktian karena sakti ini identik dengan Ksatrya Warna sementara Sulinggih sudah berada pada Brahmana Warna. Diperwujudan para Dewa juga dikenal Sakti, seperti Dewi Saraswati adalah Sakti dari Dewa Brahmana, Dewi Uma Sakti dari Dewa Siwa, lalu apakah sama makna Sakti pada manusia yang sering diidentikkan dengan Wisese dengan sakti dari Dewa? Kita bisa melihat hal itu lebih jauh jika kita mampu ”memaknai Sakti dalam kehidupan”.

Sebagai manusia, maka kita perlu punya panutan atau idola sehingga dalam ilmu pangalantaka setiap kelahiran manusia punya Dewa masing-masing. Menurut pangalantaka maka Dewa yang sesuai dengan kelahiran seseorang akan menunjukkan bakat dari orang tersebut baik dari sisi pekerjaan maupun spiritual, misalnya orang yang Dewanya Ganesa maka cocok dengan pekerjaan Audit, dosen, dll dan jika menjadi Pemangku atau Pandita mempunyai kemampuan lebih dibidang ”pengresikan/prayascita” karena Dewa Ganesa adalah Dewa pembebas halangan juga Dewa pintar sehingga dipakai simbul oleh Universitas Gajahmada di Jogjakarta, demikian juga orang yang kelahirannya dengan Dewa-dewa lainnya. Kenapa hal itu bisa terjadi, maka kita kembalikan saja pada konsep Brahman-Atman Aikyam, dimana dalam setiap manusia ada unsur kehidupan yang disebut Atman merupakan percikan Brahman, karena Dewa adalah perwujudan Brahman (Deev=sinar), maka percikan Brahman berupa Atman pada manusia dapat juga berwujud (murti) dari Dewa-Dewa. Yang ingin kita bahas lebih jauh adalah posisi sakti pada manusia. Dewa Brahma adalah Dewa yang mempunyai fungsi mencipta (Srishti=daya cipta), namun fungsi itu tidak akan menjadi apa-apa jika tidak ada Dewi Saraswati (Dewi Ilmu pengetahuan), artinya Dewi Saraswati merupakan Sakti atau energi/kekuatan dari Dewa Brahma, sehingga dengan energi Dewi Saraswati berwujud pengetahuan, muncullah ciptaan-ciptaan. Agar ciptaan tersebut menjadi positif jika dilahirkan dari manusia maka diingatkan manusia itu sejak Hr saraswati sampai Hr Pagerwesi (berurutan: Hr.Saraswati,banyu pinaruh, soma ribek, sabuh emas, pagerwesi). Dewa Wisnu punya fungsi memelihara, namun tanpa Saktinya (Dewi Laksmi) tidak bisa terwujud pemeliharaan dunia ini. Dewi laksmi kemudian di bali dikenal dengan Dewi Sri atau dewi padi yang menyebabkan manusia memperoleh bahan makanan sehingga bisa hidup, juga dikenal dengan Bhatara Rambut Sedana yang disimboliskan dengan wujud pis bolong (Uang kepeng) yang dirangkai berbentuk manusia, sebagai pemujaan para pedagang, juga dikenal Dewi Ayu Melanting yang juga dipuja oleh para pedagang, semuanya sakti Dewa Wisnu untuk memelihara dunia. Dewa Siwa dengan fungsi melebur hanya mampu dengan kekuatan Durga/Uma, juga sakti lainnya Dewi Parwati (Dewi Gunung). Durga yang juga disebut Pertiwi (Pratiwi) adalah penguasa manusia, sarwa prani (tumbuhan), binatang, bahkan juga sarwa bhuta karena bhuta juga ciptaan Hyang Whidi, dimana begitu halnya manusia, maka bhuta juga belajar meningkatkan dirinya dan belajar/berguru pada Dewa Sangkara (nama lain Siwa) sehingga dalam pemujaan Pemangku ada mantra ”... undurakne bhutanta dening doh apan gurunmu hana ring kene, Sangkara guruning sarwa bhuta, Om Sangkara bhuta ya namah swaha” . Dengan kesabarannya Dewi Durga (Pratiwi) menopang kebutuhan manusia berupa sarwa prani, dll namun jiak bergerak sedikit saja pertiwi terjadilah gempa, gunung meletus, dan ini adalah proses peleburan Siwa dengan saktinya Durga, maka dalam kondisi ini Durga disimbulkan dengan wajah seram. Manusia perlu mencari tauladan dari para Dewa bukan Bhuta kala, maka istri juga adalah sakti setiap suami. Seorang suami tidak akan lengkap jika tidak memiliki istri yang dapat menjadi energi pendorong (sesuai fungsi istri) sehingga terjadi keluarga yang sukhinah (Sukhino Bhawantu). Suami adalah Surya (matahari) yang memberikan energi dalam kehidupan disiang hari sementara istri adalah Candra (bulan) yang memberi kelembutan dan ketenangan dimalam hari. Bagi seorang anak Ayah adalah ”Akasa” (Siwa di skale) yang melindungi dan menjadi kebanggaan keluarga sementara ibu adalah ”Pertiwi” (Durga di skale) yang sabar dan telaten. Pemujaan pada Mrajan Leluhur juga mempunyai makna pemujaan kepada Akasa-Pertiwi. Itulah sebabnya dalam konsep etika beragama, maka sungkem pada Ibu-bapak juga bermakna bakti pada Tuhan di Skale.

Dalam perjalan kehidupan moderen, konsep Sakti atau istri yang merupakan energi pelengkap bagi suami kemudian dihadapkan pada ”emansipasi” yang salah kaprah. Jika secara filosofi Suami adalah Pilot dan istri adalah co pilot yang bermakna istri adalah saktinya, maka dalam bidang pekerjaan boleh saja istri menjadi pilot, menjadi nakhoda, polwan, atau pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh laki-laki tetapi ketika masuk dalam hubungan suami-istri maka suami tetap adalah nakhoda. Jika istri mengambil alih menjadi nakhoda dalam rumah tangga, maka siap-siap kehancuran dalam rumah tangga akan terjadi. Jika suami sebagai nakhoda menyimpang atau salah arah maka istri wajib mengingatkan bukan mengambil alih nakhoda rumah tangga. Suami sebagai Surya juga tidak boleh semena-mena dan ini sangat jelas dicantumkan dalam Weda sebagai dasar hubungan suami istri. Apakah karena pemahaman itu, maka mantan Perdana Mentri Inggris – Margaret Tatcher yang dikenal sebagai wanita besi, tetapi ketika dirumah tetap sebagai istri melayani suaminya, mungkin saja. Akhirnya dengan memahami Sakti secara baik dalam kehidupan, maka perputaran roda kehidupan ini akan bergerak secara benar dan melahirkan kebahagian bagi umat manusia. Tidak ada gunanya kita mengejar Sakti dalam pengertian Wisese karena hanya Hyang Whidi yang memiliki kekuatan itu, manusia hanya perlu kasih sayang kepada sesama karena semua mahluk adalah bersaudara (Vasudewa khutumbhakam).


Penulis,

Nyoman Sukadana
Karanganyar - Solo - Jawa Tengah 10-10-2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)