Selasa, November 30, 2010

KETULUSAN HATI SEORANG IDA PEDANDA


Bisa memperoleh wejangan atau berkomunikasi dengan seorang Sulinggih adalah suatu anugrah, karena mereka adalah orang-orang suci yang bisa menularkan aura kesucian kepada kita, setidaknya inilah pandangan penulis. Walaupun mungkin masih ada Sulinggih yang belum menghayati sesana Sulinggih biarlah itu urusan mereka , penulis ingin melihat Sulinggih dari sisi yang seharusnya.

Adalah beliau Ida Pedanda Oka Puniaatmaja yang telah membuat penulis kagum akan ketulusan hatinya. Beberapa kali penulis sengaja menyempatkan diri untuk memapah beliau ketika hadir bersama Para Mpu di Petilasan Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan Karanganyar dan pada kesempatan lainnya. Yang paling terkesan dari beliau adalah pemahaman tentang hakekat manusia dan bakti manusia (Damuh) terhadap leluhurnya. Dari beliau penulis banyak memperoleh wejangan tentang hubungan persaudaraan soroh dengan soroh lainnya. Pada suatu kesempatan beberapa waktu yang lalu penulis menyampaikan keinginan untuk tangkil (menghadap) di Petilasan Mpu Bharadah di Kediri Jawa Timur yang merupakan leluhur Ida Pedanda.. Nanak (anak) demikian sapaan beliau, utamakan dulu tangkil di Parahyangan Mpu Gnijaya di Lempuyang Madya karena itu leluhur nanak. Penulis menjawab, Nak Lingsir,(sebutan kepada Sulinggih) saya sudah sering tangkil di Parahyangan Mpu Gnijaya di Lempuyang Madya dan ingin bakti juga pada Mpu Bharada yang adalah leluhur Ida Pedanda, (Parahyangan Mpu Bharada sudah ada di Kediri Jawa Timur dengan dipelopori Ida Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa dengan Para Mpu dan Praktisi Spiritual). Tampaknya beliau sangat senang dengan jawaban penulis. Sebenarnya dari lima bersaudara (Panca Tirta), yaitu : Mpu Gnijaya, Mpu Semeru, Mpu Gana, Mpu Kuturan, dan Mpu Bharadah, hanya kehadapan Mpu Bharadah penulis belum sempat tangkil karena memang Mpu Bharada tidak menetap di Bali, disamping itu penulis ingin membalas ketulusan hati Ida Pedanda yang polos dan tulus ini. Ketulusan beliau juga bisa dilihat ketika tanpa segan-segan Muja di Petilasan Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan setiap beliau hadir di Solo. Sesekali beliau memanggil Raka (kakak) Mpu kepada Sulinggih Mpu. Pada suatu kesempatan ada seseorang yang mengajak beliau untuk pulang dari Jawa ke Bali dengan pesawat terbang dan ada juga yang menyediakan mobil sedan karena mungkin melihat beliau sudah sepuh, tetapi jawaban yang muncul adalah : Biarlah naik Bus saja bersama Mpu karena bergandengan dengan Mpu saya merasa senang dan bersemangat. Pada kesempatan lain dimana beliau berobat ke Solo mencari kacamata minus, perjalanannya ke Solo disertai oleh Bapak I Ketut Nedeng dan menginap tidak di hotel tetapi di Petilasan Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan. Pada waktu ini, suatu kebetulan juga penulis berada dilokasi jadi ada kesempatan lagi untuk memapah beliau dan memperoleh banyak wejangan tentang kehidupan dan persaudaraan.

Saripati yang ingin penulis sampaikan pada tulisan ini adalah, sudah waktunya kita menata pola berpikir kita tentang arti hubungan manusia dengan manusia. Ida Pedanda Oka Puniaatmaja telah memberikan contoh yang sangat baik kepada kita baik Sulinggih atau walaka akan nikmatnya hubungan persaudaraan yang didasari :ketulusan hati”. Ternyata sikap seperti itu akan membuahkan ketenangan jiwa dan juga kedamaian bagi fihak lain. Sikap Ida Pedanda telah mengilhami langkah penulis, sehingga setiap ada kedatangan umat khususnya mahasiswa yang datang ke Petilasan Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan , penulis menyempatkan untuk memaparkan kekeliruan masa lalu dan mengajak menapak masa depan yang lebih baik, karena para mahasiswa yang datang dari berbagai soroh ini merupakan generasi penerus yang bisa memperbaiki kesalahan masa lalu. Himbauan penulis ini mendapat simpati dari anak muda yang masih bersih ini dan diskusi serta tanya jawab bisa berlangsung sampai pagi. Kebanyakan mereka melihat kesalahan orang tua yang tidak tahu apa-apa hanya mengikuti kebiasaan (mule keto) sementara mahasiswa ini adalah orang-orang yang kritis yang ingin penjelasan logis. Penulis tidak menyarankan mereka untuk menentang orang tua, tetapi merekalah yang harus memulai memperbaiki kesalahan masa lalu dengan bertindak yang benar mulai sekarang.

Ketulusan hati seorang Ida Pedanda, akan selalu menjadi penyejuk bagi kita yang ingin memperoleh ketenangan jiwa, hal ini akan penulis coba terus tanamkan kedalam hati supaya menjadi bagian dari perilaku penulis walaupun itu perlu waktu. Disamping itu penulis tidak segan-segan menyampaikan kepada orang lain karena ini adalah sesuatu yang baik dijadikan pegangan hidup. Sangat sayang jika kita tidak bisa memanfaatkan hidup ini untuk berlaku arif kepada diri sendiri dan kepada orang lain, siapapun perlu mencoba dan mencoba sesuatu yang baik tidak akan membuat kita rugi atau kehilangan harga diri. Tuluslah seperti Ida Pedanda.


Penulis,


Nyoman Sukadana
Karanganyar-Solo-Jawa Tengah
11-05-2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)