Senin, Januari 31, 2011

WANITA PASEK IBU DAN ISTRI TOKOH-TOKOH BESAR

Banyak tercantum dalam kitab-kitab Weda baik Sruti maupun Smerti yang menjelaskan betapa pentingnya hormat pada Wanita khususnya Ibu. Disebutkan, bahwa :”Seorang wanita sesungguhnya adalah seorang yang cendekia dan mampu membimbing keluarganya (RgVeda VIII.33.19) ; Seorang istri adalah pengendali keluarga. Ia seorang yang cerdas. Ia mengatur seluruh keluarga, ia sangat berharga dalam keluarga (Yajurveda XIV.22)”.

Begitu tingginya Weda menghormati Wanita, berikut ini adalah secuil ceritra tentang Wanita atau Ibu.. Saya punya pengalaman dimana seorang Mahasiswi dari Jogja yang dengan wajah tidak gembira menceritrakan pada saya, bahwa ibunya (orang Jawa) yang kawin dengan ayahnya dan ”dilingkungan keluarganya” diperlakukan berbeda dengan dirinya (mungkin maksudnya status yang diperoleh, seperti : Jero) sementara dia dan saudaranya otomatis mendapat status Dewa Ayu dan Dewa. Dia merasa ibunya diperlakukan lebih rendah dibandingkan dirinya padahal ibunyalah yang melahirkan dia dan saudaranya. Ceritra lain ketika seorang kawan saya yang sebagian orang di Bali masih menganggap keluarga Brahmana ,mengatakan kepada saya, bahwa keluarganya dilarang menyembah Pasek. Saya tidak tahu apakah kawan ini berceritra dengan lugunya atau malah dengan bangganya. Ceritra-ceritra serupa ini yang tidak menghargai wanita atau ibu banyak terjadi yang mana sebenarnya sangat bertentangan dengan ajaran Weda. Jika di Jawa fihak ayah dan ibu sama-sama dihormati walaupun sudah beranak-cucu, maka orang Bali terjebak pada ”Garis Purusa” (Garis Ayah) yang bercampur dengan egoisme dan superioritas trah, maka jadilah meninggalkan kesempatan bhakti pada garis ibu (Pradana).

Jika kita coba menyimak sejarah masa lalu orang Bali, maka kita akan memperoleh jawabannya sekaligus kita akan melihat apakah kita ini sudah benar memperlakukan Wanita lebih-lebih Ibu. Kenapa saya khususkan kepada ”Wanita Pasek”, karena sejarah membuktikan, bahwa dari rahim wanita ini banyak lahir tokoh-tokoh besar yang mewarnai kancah kehidupan di Bali juga di Jawa pada jaman dahulu. Tetapi fenomena yang terjadi, bahwa wanita ini yang juga adalah ibu tidak mendapat tempat yang terhormat, hanya karena permainan politik masa lalu yang menempatkan Pasek ini menjadi ”Sudra” atau ”Jaba” (dalam pengertian yang menyimpang dengan Catur Warna). Weda sudah menyatakan, bahwa dimana Wanita atau ibu tidak dihormati, maka disana tidak akan ada kedamaian. Mungkinkah ini yang menyebabkan Bali selalu ditimpa Malapetaka, seperti : Gestok, Bom Bali, perjudian yang menyengsarakan, Gempa Bumi, Gunung Agung meletus, dan lain-lain, mari kita cari jawabannya bersama-sama.

Untuk mengingatkan kita semua, maka pada tulisan ini saya akan menampilkan beberapa saja dari ”Wanita Pasek yang merupakan Ibu dan Istri Tokoh-Tokoh Besar”, seperti :

• Ken Dedes : adalah adik Mpu Purwa yang merupakan keturunan Mpu Wiradnyana, saudara ketiga Sapta Pandita (Leluhur Pasek). Ken Dedes menurunkan Raja-Raja Mataram, seperti : Paku Bhuwono dan Hamengku Bhuwono.
• Nyoman Rai Srimben : adalah Ibunda Presiden Sukarno, beliau adalah keluarga ”Pasek Baleagung Buleleng (Pasek Tatar)”. Nama ”Ida Ayu” kepada Nyoman Rai Srimben adalah Anugrah Presiden Sukarno di Tampaksiring Bali tahun 1958
• Ni Nyoman Manikan : Putri Bendesa Mas (Keturunan Kyayi I Gusti Agung Pasek Gelgel-Raja Gelgel Icaka 1265,sebelum Dalem), adalah Istri ke-4 dari 6 istri Danghyang Nirartha (Pedanda Sakti Wawu Rauh), menurunkan Keluarga ”Mas” (Ida Kidul) di Bali. Ketika pertama ke Bali Danghyang Nirarta tinggal dirumah Bendesa Gadingwani, pelayan/pengabeh anak Bendesa Gadingwani adalah istri ke 5 Danghyang Nirarta menurunkan ”Ida Patapan”
• Ni Luh Pasek Prateka/Warsiki : Putri Ki Dukuh Blatung, keturunan Mpu Prateka (ke-6 Sapta Pandita), dikawini oleh Ida Manik Angkeran yang selanjutnya keturunannya disebut : Wang Bang Pinatih, Sidemen, dan Arya Dauh
• Putri Dukuh Suladri : Dukuh Suladri keturunan Mpu Ketek (Tertua dari Sapta Pandita), putrinya : Luh Sadri dikawini oleh Sri Angga Tirta menurunkan Ksatrya Tirta Arum (Taman Bali), Ni Luh Sadra oleh Dalem Gelgel (Dimadya),
• Ni Luh Pasek : adalah salah satu istri Dalem Sagening, yang menurunkan I Gusti Panji Sakti yang menjadi Raja Buleleng. Ketika hamil Wanita ini dianugrahkan kepada I Gusti Ngurah Jelantik dengan catatan sebelum lahir anaknya, tidak boleh dikawini.
• Luh Pasek Sadrya : adalah putri dari Ki Dukuh Sakti Pahang (Badung), yang dijadikan istri I Gusti Ngurah Pinatih (Anglurah Kertalangu) dan menurunkan Soroh ”Wang Bang Pinatih”.
• Luh Pasek : Putri Pasek Salulung dikawini I Gusti Kubon Tubuh, keturunan Arya Kutawaringin.
• Putri Bendesa Telengan (Pasek Tatar Telengan), dikawini I Gusti Kaloping, keturunan Arya Kepakisan.

Masih banyak lagi wanita-wanita Pasek ini yang sudah menjadi istri juga ibu dari tokoh-tokoh besar di Bali dan Jawa, tetapi banyak yang belum tahu atau sudah tahu tetapi karena perasaan ego dan buta mengakibatkan melupakan rasa hormat dan bakti pada ibunya.

Setelah tahu keberadaan ini semoga tergugah rasa hormat pada ibu walaupun beliau sekarang sudah berujud Dewa Hyang yang distanakan di Mrajan, Mrajan Agung, atau Pura-Pura Kawitan Pasek, sehingga kita merasa ada persaudaraan dan tidak lagi saling merasa lebih tinggi. Kita lupakan semua kekeliruan masa lalu yang masih terbawa sampai sekarang, tidak ada gunanya kita menjadi orang termasyur, tidak ada gunanya kita menjadi orang kaya, jika ibu yang seharusnya kita hormati justru kita abaikan bahkan kita hina dengan menyebutnya ”Sudra atau Jaba”. Kembalilah kepangkuan Ibu, semoga Hyang Widhi memberi kesempatan kepada kita untuk bersujud bhakti pada Ibu kita. ”Hendaknya putra patuh kepada bapaknya dan penurut kepada ibunya (Atharvaveda III.30.3)”.


Penulis,

Nyoman Sukadana
Jaten,Karanganyar, Solo-Jawa Tengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)