Kamis, November 13, 2014

Piodalan ”PURA PEMACEKAN” Karanganyar-Solo-Jawa Tengah



”Pura Pemacekan” atau dikenal juga dengan sebutan  ”Petilasan Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan & Parhyangan Sapta Pandita”  setiap tahun pada Purnama Katiga melaksanakan Piodalan, pemilihan Purnama Katiga ini didasarkan pertimbangan oleh Penglingsir, untuk memberi kesempatan kepada Sulinggih dan umat untuk Bhakti karena kalau Purnama lainnya terutama Purnama Kapat akan sangat sibuk di Bali. Piodalan kali ini jatuh pada 09  September 2014 Nyejer 3 hari (Nyineb 11 September 2014). Untuk tahun ini Penanggung jawab upakara adalah MGPSSR Kabupaten Karangasem dibawah Koordinasi Ketua MGPSSR  Karangasem I Gede Pawana Sag,MFILH. Seperti biasa Pengempon Pura membentuk panitia kecil untuk nyanggra atau mendukung kelancaran piodalan.

Pelaksanaan Piodalan :
Diawali dengan matur piuning dan Nunas tirta di Candi Ceto oleh Pemangku Pura Jero Mangku Made Murti. Persembahyangan Beji dilaksanakan pada sore hari 8 September 2014 dipuput oleh tiga Sulinggih, yaitu Pandita Mpu Jaya Sattwikananda-Griya Taman Bali Bangli,  Pandita Mpu Jaya Wasisthananda-Griya A Yani Denpasar dan Pandita lainnya. Prosesi dilaksanakan dengan ngusung Pratima Ida Bhatara ke Beji diiringi oleh para Pemangku dan umat, dilanjutkan dengan persembahyangan, dan mewali melinggih di Bale Piyasan. Puncak piodalan pada pagi hari 09 September 2014 dipimpin oleh : 7 (Tujuh) Pandita, dimana 5 diantaranya adalah Sulinggih dari Karangasem, prosesi dipandu oleh Pemangku Pura Jero Mangku Pasek agar acara berjalan tertib. Disela-sela yadnya juga dipentaskan Tari Topeng oleh I Nyoman Chaya dan diiringi gamelan yang membuat suasana semakin religius. Ratusan umat yang hadir larut dalam bhakti pada Beliau yang agung dan suci dimana ratusan kilometer ditempuh sebagian umat itu untuk bisa hadir menghaturkan bhakti. Sebelum selesai prosesi upacara, Ketut Nedeng sesepuh yang sejak awal terlibat dalam pembangunan Pura memberikan dharmawacana dan pemaparan sejarah pembangunan Pura agar umat yang hadir faham dengan keberadaan Pura. Sekitar Jam 11 wib seluruh prosesi yadnya selesai dilaksanakan dan umat serta Sulinggih kembali ketempat masing-masing dengan perasaan puas, bangga, dan haru telah bisa hadir sungkem kehadapan Bhatara Kawitan. Setelah Nyejer 3 hari, maka pada 11 September 2014 hadir semeton dari Singaraja ngiring Ida Pandita Mpu Dharma Mukti Sidha Kerti – Griya Tukadmungga yang memimpin Upacara Nyineb, dengan demikian selesai sudah prosesi Piodalan tahun ini semoga bisa kembali dilaksanakan pada tahun depan dan memberi kesempatan kepada damuh Ida Bhatara yang belum bisa tangkil.

Ada perubahan penampilan Pura Pemacekan.

Mengingatkan kembali, bahwa Petilasan Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan diketahui keberadaannya atas pewisik Niskala yang diperoleh Jro Mangku Gde Ketut Subandi dan ditemukan pada 10 Maret 1984, juga peran Sulinggih seperti Ida Mpu Renon, Ida Bongkasa, Ida Dwi Tantra, dan lain lain serta tokoh umat seperti Ketut Nedeng, Merta Suteja serta lainnya, melalui aktifitas mereka akhirnya berdiri Pura pemacekan. Petilasan itu sendiri berupa 2 gundukan batu yang oleh penduduk setempat dihormati sebagai tempat orang suci, pengelolaannya waktu itu oleh Mbah Wiryo penduduk setempat. Orang Suci tersebut adalah Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan hijrah dari Jawa Timur ke Karanganyar/Surakarta pada Era runtuhnya Majapahit, menetap di Dukuh Pasekan/Dusun Keprabon, dan jadi rohaniawan kerajaan Surakarta. Walaupun banyak yang mau memugar Petilasan ini tetapi Ibu Tarjo (Almarhum)  yang memiliki tempat ini mendapat petunjuk Niskala, bahwa akan ada trah beliau dari Bali yang akan memugar tempat ini. Pemugaran sederhana dilakukan pada tahun 1986-1988. Pada 9 Nopember 1990 dihadiri oleh Bupati Karanganyar, Camat dan Lurah Karangpandan, fihak Mangkunegaran, dan umat dari Bali, dilakukan Pitra Yadnya dan Yadnya lainnya, walaupun menurut rohaniawan beliau Moksa. Renovasi besar-besaran dilakukan pada sekitar tahun 2000 dipelopori oleh Pandita Mpu Nabe Pemuteran-Renon , Ketut Nedeng, dan semeton dari Bali serta umat dari Karanganyar/Solo. Pelinggih yang baru adalah :  Padmasana, Sapta Pertala, Bale Piasan/Pepelik, Bale Agung (tempat Banten), Bale Pawedan, Candi Bentar, Candi Gelung, Peristirahatan Umat & Sulinggih (Bale Banjar), dan khususnya Meru Tumpang Pitu yang merupakan „Parhyangan Sapta Pandita“ karena Sapta Pandita itu memang tidak menetap di Bali tetapi di Kuntuliku Desa sekitar Malang/Kediri. Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan adalah Trah Sapta Pandita yang pertama (Mpu Ketek). Ngenteg Linggih pada 21 September 2002 (Purnama Katiga) dipuput Mpu Pemuteran Renon dan Pedanda Oka Punia Atmaja, serta Penanda-tanganan Prasasti oleh Raja Solo ”Sinuhun Paku Bhuwono XII (Almarhum). Sejak 11 Februari 2005 Petilasan ini secara resmi dibawah naungan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) Pusat dan dalam operasionalnya membentuk ”Pengempon” yang anggotanya Semeton Hindu asal Bali dan Jawa, maka pertama kali piodalan dilaksanakan oleh Pengempon Petilasan sebagai Panitianya dan Upakara (Bebantenan) dikoordinir dari Bali. Pengempon periode II masa bhaktinya : Februari 2010-Februari 2015. Pembangunan berikut adalah ”BEJI” sudah dimulai sejak ”Ngeruak karang dan membangun pelinggih awal” dilakukan pada tilem kelima 27 Nopember 2008, dilakukan Pandita Mpu Nabe Jaya Rekananda, didampingi Putra Dharma, Pandita Mpu Jaya Satya Nandha, Pandita Mpu Jaya Wasistha Nandha, Ida Bhawati Putu Setia, serta rombongan pengayah 14 orang. Pada Jumat Legi, 3 April 2009 dilaksanakan ”Upacara Pemlaspasan BEJI” dipuput oleh Pandita Mpu Nabe Jaya Rekananda yang merupakan penglingsir Pura setelah Nabe beliau Ida Pandita Mpu Nabe Sinuhun Pemuteran Lebar (meninggal). Pada Agustus 2011 pengempon berhasil menyelesaikan Pasraman Pandita dibelakang Beji yang dikerjakan sekitar satu tahun sejak Agustus 2010, sehingga ada tempat yang layak buat Ida Sulinggih yang tangkil.

Periode dua tahun terakhir terjadi perubahan yang cukup besar di Pura Pemacekan, telah diplaspas pada piodalan tahun lalu (2013) Bale Kulkul yang merupakan punia dari Ida Mpu Nabe Jaya Rekananda (amor ring acintya), dengan demikian ikon Pura pemacekan berubah dengan adanya Bale Kulkul ini dan bertambah baik. Sementara itu Bale Agung yang berada di jeroan pura dimana awalnya tempat upakara/banten dan diarea bawah tempat gamelan ketika piodalan karena pertimbangan tanah yang masih labil dan juga memperluas areal Pura, maka bale dihilangkan, selanjutnya Padmasana dan Sapta Pertala digeser ketimur sehingga areal menjadi lebih luas, sementara Patung Ganesa dari pojok timur-utara bergeser kebarat. Padmasana yang baru punia dari Ida Mpu Jaya Satya Nanda dari Griya Bitra dan Sapta Pertala punia dari umat bernama Restu dari Gianyar dan di plaspas pada Purnama Karo lalu. Perubahan ini memang membuat ada perbedaan corak arsitektur Pelinggih dan sudah dipertimbangkan kedepan untuk menata lebih baik khususnya dengan konsep local genius mengingat Pura berada di Jawa. Pembangunan lainnya di area Beji menjelang piodalan tahun ini dibuat pemisah berupa Gapura dan sekaligus dibuatkan jalan ke Pasraman sehingga Sulinggih dan pengiring yang datang bisa langsung ke Pasraman tidak melewati Beji. Perubahan-perubahan kearah lebih baik akan terus berlanjut mengingat keberadaan awal Pura adalah sebuah semangat bhakti ngetut wit Bhatara Kawitan sehingga faktor prasarana menjadi pertimbangan berikutnya, namun seiring dengan kehadiran umat yang terus meningkat, maka pintu punia menjadi besar memberi peluang umat untuk bhakti dalam wujud meningkatkan kualitas fisik Pura Pemacekan karena itu juga wujud Bhakti.


Akhirnya, astungkara karena Piodalan telah berhasil dengan baik, pada kesempatan ini ucapan terima-kasih kepada semua umat, Pinandita, dan Sulinggih yang terlibat karena memang demikianlah bhakti itu, : Yang memperoleh anugrah harta lakukan Punia, yang berhasil dalam pertanian/perkebunan haturkan hasil bumi, yang memperoleh pengetahuan (Jnana) lakukan Jnana Punia untuk kemajuan umat, yang memperoleh anugrah seni, maka ngayah dengan menabuh & menari, yang memperoleh kesehatan maka haturkan dengan tenaga, dan banyak bentuk rasa syukur kita akan anugrah Hyang Widhi. Demikianlah sejatinya makna dari setiap persembahan yang kita lakukan, semoga menjadi sempurna bhakti kita. Om Ksama Sampurna ya Namah Swaha.


Dilaporkan oleh,

JMk Nyoman Sukadana
Gn.Rinjani–Paket Agung-Singaraja                                                                        13-09-2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)