Rabu, Juni 03, 2015

HIDUP adalah ”MENJALANI KARMA”


Mulai tulisan ini dan kedepan, penulis akan lebih banyak menyampaikan suatu pengalaman dan perenungan kehidupan dalam keseharian sebagai tangan tangan Hyang Widhi dengan harapan pengalaman diri ini tidak hanya difahami sendiri namun bisa berguna juga buat fihak lain. Kali ini kita coba mengenal suatu alasan kenapa kita lahir kedunia dalam kehidupan nyata yang dibali disebut numadi, numitis, atau punarbhawa. 

Alasan kita lahir kembali adalah karena Atma yang merupakan percikan Hyang Widhi masih diliputi oleh karma wasana sehingga atman yang diliputi oleh karma wasana ini disebut juga badan Antahkarana. Jadi Karma yang kita perbuat dikelahiran terdahulu telah membawa kita lahir kembali kedunia. Dengan demikian hal pertama yang perlu kita sadari dan terima dengan kepasrahan adalah jalani karma kita dengan baik, buka hati dengan suatu kesadaran untuk melunasi hutang karma yang kita bawa, karena sesungguhnya Hidup adalah Menjalani Karma. Setiap kelahiran manusia membawa karmanya sendiri dengan bobot yang berbeda, ajaran Hindu menyebut Karma itu ada tiga macam wujudnya yaitu : Sancita Karma, Pararabda Karma dan Kriyamana Karma, dalam tulisan ini perumpamaan disampaikan lewat Sancita karma yaitu perbuatan pada kelahiran dulu yang kita nikmati pada kelahiran sekarang. Lalu bagaimana bentuk karma itu menyelimuti diri kita dalam kehidupan kini? Tidak ada penjelasan yang bisa kita jadikan rujukan yang pasti, namun ada yang bisa kita rasakan dan lihat dalam kehidupan nyata yaitu karma itu kita jalani lewat : Bentuk fisik yang tidak sempurna, psychis atau kejiwaan yang tidak damai, sampai kepada seret (tidak lancar) rejeki dalam kehidupan. Karma ibarat jembatan yang harus kita lalui karena jika jembatan tidak kita lalui, maka kita tidak akan sampai kepada tujuan yaitu menyatunya atman dengan brahman. Karma juga ibarat anak panah yang sekali dilepas dari busurnya maka akan mengenai sasaran atau padanan dalam kehidupan adalah karma pasti terjadi sesuai ajaran Panca Sradha. Itulah sebabnya ketika karma dilalui lewat penderitaan hidup, sakit, ketidak damaian, fisik tidak sempurna serta seretnya rejeki, maka yang paling penting dan pokok harus ditanamkan dalam batin adalah terimalah hal itu sebagai bagian dari karma yang kita buat sendiri pada kelahiran sebelumnya, dengan demikian kita tidak menentang hidup dan malah menjalani hidup dengan penuh kesadaran diri. 

Dalam banyak kasus, kesadaran akan karma ini tidak bisa membuat kita menerima dengan sadar diri namun menyalahkan fihak lain, orang tua, malah Hyang Widhi sehingga tidak sedikit yang kemudian justru menjauhkan diri dari Hyang Widhi atau dalam beberapa kasus di bali sampai berani merusak pelinggih atau sthana Hyang Widhi, ini sudah keterlaluan. Weda menyebut, bahwa ”jika engkau datang kehadapan KU satu langkah, maka AKU akan datang kepadamu sepuluh langkah”, lalu bagaimana kalau kita justru menjauh dari Hyang widhi satu langkah, maka kita akan semakin jauh dari Hyang Widhi dan akan semakin terpuruk dan jauh dari kedamaian hati. Bentuk karma yang kita alami semestinya ada pinudenya/antinya (ada cara mengatasinya) misalnya ketika kita menjalani karma melalui seret rejeki, maka me-punialah, disinilah manusia sering bertentangan batin, bagaimana bisa memberikan punia sementara untuk diri sendiri saja kita tidak cukup, apakah sudah separah itu?. Prinsif punia adalah ketulusan, sehingga nilai bukan yang utama sesuaikan dengan kemampuan diri, hal lain yang juga penting, bahwa punia yang benar adalah yang tepat/efektif, sebagai contoh ketika bertemu petani, maka berikan cangkul, ketika melihat anak tidak sekolah berikan buku atau bantu memperoleh pendidikan, ketika tidak memiliki dana, maka punialah dengan tenaga, jnana/pengetahuan, dan bentuk lainnya, dengan demikian dikelahiran sekarang kita sudah menyetop karma negatif dan memulainya dengan karma positif. 

Pertanyaan berikut, apakah kita hanya pasrah saja menjalani Karma ? tentu itu saja tidak cukup, yang perlu segera kita lakukan adalah ”Memutus Karma”, bagaimana hal itu bisa dilakukan ?. Sebagai perumpamaan, ketika dikehidupan sekarang kita memiliki kebiasaan negatif misalnya berjudi atau main perempuan, maka stop untuk tidak melakukannya lagi, ini agar kita secara pribadi tidak terikat oleh karma negatif itu dan juga keturunan kita tidak mewarisi hal buruk yang kita lakukan. Memutus karma ini sangat penting bagi kita untuk dilakukan karena ada kecendrungan, bahwa kita justru tidak mampu mengendalikan diri untuk memutus karma negatif ini. Faktor kebingungan/kegelapan di Jaman kali yuga ini bisa jadi adalah penyebabnya sehingga manusia cendrung hidup dalam kegelapan, namun bukan berarti penerangan hidup tidak ada, itulah sebabnya kesadaran akan hidup menjalani karma menjadi penting untuk kita jadikan pedoman, dan berjuanglah segera untuk memutus karma agar kita tidak diikat oleh karma negatif yang diakibatkan oleh kegelapan di jaman kali yuga ini.


Akhir kata, kesadaran akan karma adalah sebuah obor yang harus kita jaga agar tetap menyala dan mampu menerangi jalan kita kedepan, setiap manusia akan perlu berusaha keras, tidak perduli apakah mereka rohaniawan, pandita, atau manusia pada umumnya semua perlu usaha agar kesadaran ini menjadi bagian dari kehidupan sehingga kita memperoleh kedamaian, moksartham jagaditha. Om Ksama sampurna ya namah

    


Penulis,

JMk Nyoman Sukadana
Gn.Rinjani-Paket Agung-Singaraja

                                                                                                                                29-05-2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)