Selasa, Desember 01, 2009

LOKA SABHA PHDI KARANGANYAR-JATENG

Pada minggu, 06 Juli 2008 bertempat di Petilasan Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan dan Parhyangan Sapta Pandita, Dukuh Pasekan, Dusun Keprabon, Karangpandan-Karanganyar, telah dilangsungkan suatu kejadian penting berupa Loka Sabha PHDI Kab. Karanganyar-Jateng. Ditempat yang sama juga pernah terpilih melalui Loka Sabha Pengurus PHDI periode sebelumnya yang merupakan Pengurus PHDI pertama tingkat Kabupaten, jadi Pengurus terpilih periode ini adalah Kepengurusan ke-dua.

Keberadaan PHDI Kab. Karanganyar menjadi sangat penting mengingat Kab.Karanganyar, tepatnya Kec.Jenawi,Ngargoyoso,Kemuning,Kawasan Ceto,dll merupakan kantong Hindu dengan umat Hindu suku Jawa yang jumlahnya cukup besar dan tersebar dibeberapa desa, apalagi Karanganyar banyak menyimpan peninggalan Hindu seperti : Candi Ceto, Candi Sukuh, dan banyak tempat bernuansa spiritual lainnya sehingga Pemda Karanganyar menjadikan wilayahnya sebagai daerah tujuan wiisata Budaya dan Spiritual bahkan telah bergandengan dengan Pemda Bali (Gianyar) melalui kegiatan wisata dan perjalanan rohani (persembahyangan). Semua hal ini sebenarnya merupakan hal positif yang seharusnya bisa dimanfaatkan kearah pengembangan umat Hindu khususnya di wilayah Karanganyar. Kedatangan umat dari daerah lain yang tertarik dengan keindahan alam Karanganyar, kedatangan umat dari Bali yang umumnya untuk melakukan persembahyangan karena sejak leluhur dulu sudah ada ikatan batin dengan Candi Ceto misalnya, akan menggerakkan Pemda Karanganyar untuk lebih memperhatikan sarana-sarana yang ada, utamanya peninggalan Hindu. Umat Hindu suku Jawa juga bisa berinteraksi dengan umat dari Bali sehingga terjadi saling memahami cara masing-masing dalam melakukan bhakti kepada Hyang Widhi, sehingga umat Jawa tidak perlu lagi tertutup dalam melakukan kegiatan ritual apalagi sudah dipayungi oleh Lembaga Umat Hindu (PHDI). Ada catatan-catatan kecil tetepi mengandung makna penting khususnya kepada semeton dari Bali yang sudah mulai banyak dan sering mengunjungi Karanganyar (Candi Ceto). Jangan lupa, bahwa wilayah Karanganyar adalah tempat bermukim umat Hindu suku Jawa yang memiliki balutan budaya Jawa dalam meng-interpretasikan bhaktinya pada Yang Maha Kuasa, sehingga ”Warna Budaya Jawa” harus menjadi ciri utama setiap kegiatan ritual yang dilaksanakan di Karanganyar karena Candi Ceto atau Candi Sukuh bukan Pura Besakih atau Pura Lempuyang. Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa keberadaan Pura di Desa-desa di Karanganyar banyak terjadi lewat keterlibatan umat dari Bali sehingga bentuk Pelinggih yang ada seperti yang umumnya di Bali seperti Padmasana, Penglurah, atau Candi Gelung (Gapura). Seperti dimaklumi karena sudah ratusan tahun umat Jawa ini tidak mengenal lagi ajaran nenek moyangnya dan kedatangan umat Hindu dari Bali ibarat mengingatkan kembali ajaran leluhurnya namun sifatnya hanya sebagai pemicu, pendorong dan Tut Wuri Handayani. Umat dari Bali lebih baik membantu pengembangan umat Hindu Jawa seperti : pembangunan atau menyempurnakan Pelinggih-Pelinggih, bantuan Buku-buku/ Majalah Hindu, Darmawacana/Darmatula, dan bentuk Punia lainnya, dibandingkan mendirikan Patung Saraswati yang hanya menjadi objek Pariwisata dibandingkan Spiritual. Jadi Karanganyar tidak perlu lagi dibangun Pelinggih umum lainnya karena sudah memiliki Candi Ceto, Candi Sukuh, dan lainnya yang merupakan peninggalan leluhur yang punya makna philosofis yang tinggi. Para Pandita atau cendekiawan Hindu bisa membantu mencari relevansi budaya Jawa dengan ajaran Weda sehingga semua yang dilakukan jelas landasan tattwa-nya. Jika kita bisa membantu umat Jawa menghidupkan kembali Budaya leluhurnya yang bernuansa Hindu dan bisa tampil di Candi Ceto, maka kita seperti melihat kembali masyarakat Majapahit, Singosari, Daha, Kediri, Mataram Hindu, yang sedang mengadakan ritual pemujaan kepada Hyang Agung, hal ini akan dapat menggetarkan umat lainnya di Tataran Tanah Jawi apalagi jika sempat diliput oleh media TV atau majalah/surat kabar. Umat Hindu dari Bali bukan tidak boleh mengadakan kegiatan persembahyangan, silahkan saja bahkan jika perlu membawa Pandita dan bebantenan lengkap, tetapi sifatnya adalah tamu yang ingin bersembahyang, jangan sampai mengibarkan ”Warna Budaya Bali” dalam kegiatan persembahyangan di Ceto seperti pernah dilakukan sebelumnya, bahkan dengan dimuat berbagai media, hal itu hanya memperlihatkan dominasi Bali ketanah Jawa yang tidak berdampak baik bagi umat setempat khususnya bagi perkembangan Hindu kedepan. Partisifasi umat dari Bali untuk pengembangan Hindu di Jawa, bisa dilakukan di Pura lainnya seperti : di Semeru dan Gunung Salak. Seperti diketahui di areal Pura di Gunung Salak disana ada tempat beryoga semadi tokoh Hindu Ayahnda Prabu Siliwangi (Sri Baduga) yang sangat dihormati di Tanah Sunda, sehingga jika kita bisa kembalikan kejayaan Tanah Pasundan dengan menghidupkan seni budaya jaman dahulu termasuk arsitekturnya, ini sangat positif bagi perkembangan Hindu. Hal yang sama bisa dilakukan untuk Pura di Gunung Semeru dan Pura Umum peninggalan leluhur lainnya di Tanah Jawa. Kembali kepada Karanganyar, maka peran PHDI Kab Karanganyar yang baru terbentuk ini harus memahami, bahwa keberadaannya adalah untuk mengayomi umat Hindu di Karanganyar yang berlatar belakang budaya Jawa sehingga langkahnya adalah ”Menjadikan umat Hindu berkembang baik dengan budaya lokal (local genius)”. Semoga kepengurusan PHDI Kab Karanganyar periode ini bisa melakukan fungsinya dengan baik dan didukung oleh umat serta memperoleh wara nugraha Hyang Widhi.



Penulis,

Nyoman Sukadana
Karanganyar-Solo-Jawa Tengah
16-07-2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)