PERLU KEJUJURAN PENGUNGKAPAN
SEJARAH PARA LELUHUR
Bangsa Yang Besar adalah Bangsa Yang Menghargai Sejarah Para Pendahulunya, kalimat tersebut sering kita dengar sebagai bentuk penghargaan kepada para pendahulu karena banyak pelajaran yang berharga yang bisa dipetik daripadanya dan dijadikan pengalaman sekaligus ditiru hal-hal yang positif dan meninggalkan yang negatif. Pada tulisan kali ini penulis mencoba menggugah sekaligus mengajak kita untuk sama-sama berani mengungkap, menyampaikan, dan mengambil hikmah akan kehidupan para leluhur orang bali jaman dahulu agar kita bisa memperoleh menfaat daripadanya.
Sejarah para leluhur jaman dahulu oleh beberapa penulis dimasukkan pada kategori Babad atau apalah namanya ditinjau dari segi penulisan sejarah, namun penulis tidak ingin mempermasalahkan hal itu karena yang penting adalah adanya catatan-catatan atau peninggalan-peninggalan yang bisa menjelaskan kehidupan para leluhur kita itu. Banyak penulis yang sudah berhasil menulis kembali dari peninggalan-peninggalan sejarah baik berupa lontar, batu bertulis, prasasti-prasasti dan lain sebagainya sehingga kita menjadi tahu kehidupan para leluhur kita dahulu. Kita jadi tahu kehidupan Rsi Markandya, Rsi Agastya, Panca Tirta khususnya Mpu Kuturan, Kisah Airlangga dan Anak Wungsu, Kisah Dalem, Danghyang Nirartha (Pedanda Sakti Wawu Rauh), Raja-Raja setelah runtuhnya Dalem, Ibunda Presiden Sukarno, dan banyak kisah lainnya yang sudah berhasil dijadilkan buku, untuk itu kita harus bersyukur karena kalau tidak atas jasa-jasa dari para penulis atau peneliti sejarah baik lembaga atau perorangan, maka kita tidak akan tahu apa yang terjadi dahulu. Mungkin kalau tidak ada yang mencatat kita akan lupa kapan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia itu dikumandangkan. Dari membaca itu juga kita jadi tahu ternyata Airlangga itu orang Bali, juga untung Suropati, dan Ibunda Presiden Sukarno. Kita jadi tahu ternyata ada hubungan persaudaran antara orang Bali dan Jawa khususnya jawa timur dari membaca sejarah para leluhur, dan banyak manfaat lainnya. Tapi ada satu hal yang tidak pernah kita ketahui, apakah sejarah para leluhur yang ditulis itu dan sudah banyak dijadikan buku itu, benar adanya ? kalau lebih spesifik lagi sudah jujurkah para penulis itu mengungkap dan menyampaikan sejarah para leluhur itu ?. Kejujuran ini adalah sesuatu yang sangat luas yang mengandung makna : menulis sebagai Jnana Punia, menulis tanpa prasangka dan kebencian, menulis tanpa tujuan politis atau melindungi kepentingan tertenu, menulis tidak memutar balikkan fakta, dan lain-lainnya, jadi intinya menulis dengan dilandasi oleh niat yang suci untuk menyampaikan sejarah para leluhur dengan benar sesuai dengan kemampuan yang ada dan sumber-sumber yang diperoleh. Untuk melihat hal ini, mari kita sama-sama mencoba melihat fenomena tulisan-tulisan yang ada dimasyarakat, misalnya saja tentang Panca Tirta, sebagian dari kita mungkin sudah tahu, bahwa kedatangan mereka ke Bali atas undangan Raja Udayana Warmadewa dan Gunapriya darmapatni pada abad XI dan hal ini adalah sesuatu yang penting bagi perkembangan kehidupan di Bali dikemudian waktu, tapi belum pernah ada yang mengungkap keberadaan Panca Tirta ini secara lengkap mungkin karena keterbatasan sumber data atau faktor lainnya. Yang sering dimuat hanya tentang Mpu Kuturan walaupun ini juga masih ada beberapa kekeliruan, misalnya saja tentang pembangunan pura-pura yang banyak terjadi pada jaman beliau, contohnya saja Pura Ponjok Batu dan Pura Uluwatu, jelas-jelas itu dibuat oleh Mpu Kuturan tetapi sekarang ini banyak yang menganggap itu bukan dibuat beliau (Pura Uluwatu disebutkan ditemukan Danghyang Nirarta). Contoh lain adalah Jaman Keemasan Bali yang dikatakan terjadi pada Jaman Dalem Waturenggong dengan Purohita waktu itu Danghyang Nirarta, masih terngiang tulisan dari Kembar Kerepun yang mengatakan ”Apakah benar jaman Dalem Waturenggong itu Bali mencapai jaman keemasan ?”. Orang sekaliber beliau tentu tidak sembarangan memberi pernyataan seperti itu, sayangnya beliau sudah meninggal. Ada lagi penulis yang menyampaikan, bahwa jaman kerajaan di Bali pernah terjadi penjualan budak-budak keluar Bali sehingga di Jakarta sekarang ada Kampung Bali. Tentang Presiden Sukarno juga ada pengertian yang berbeda tentang asal-usul beliau sampai sesepuh keluarga Baleagung Buleleng, perlu meng-klarifikasi dan menyampaikan kebenaran asal-usul beliau itu, dan masih banyak mungkin hal-hal yang tidak benar yang bisa jadi tidak kita ketahui.
Dalam situasi seperti ini kita hanya memerlukan penulis sejarah para leluhur yang ”Jujur”, disamping tentunya memiliki sumber-sumber yang akurat dan dapat dipercaya, tapi kejujuran menjadi hal yang pokok disini. Penulis sengaja tidak menggunakan kata ”Profesional” karena dengan ”kejujuran” ini akan sangat membantu penulisan sejarah para leluhur, kenapa begitu ? Penulis meyakini, bahwa mengungkap keberadaan para leluhur jaman dahulu tidak akan bisa lepas dengan hal-hal yang berbau Niskala. Bagi yang meyakini maka penulis sangat percaya akan banyak bantuan spiritual yang diperoleh sehingga kita bisa melakukan peran itu dengan benar, Itulah sebabnya beberapa penulis sejarah leluhur justru bukan orang yang sengaja mendalami sejarah dibangku pendidikan formal tetapi adalah orang biasa yang bersih hatinya, sehingga memperoleh ”Panugraha” untuk menyampaikan sejarah para leluhur. Mungkin dikemudian waktu akan ada diantara kita yang diberi tugas untuk mengungkap dan menyampaikan dengan jujur keberadaan leluhur jaman dahulu agar kita bisa mengambil suri tauladan dari hal-hal yang positif dan membuang yang negatif. Mutiara tetaplah mutiara walaupun ada didalam lumpur, dan kebenaran pastilah akan muncul kepermukaan. Sebagai akhir kata masih dalam suasana ”Galungan & Kuningan” penulis ingin menyampaikan ”Satyam Evam Jayate” .
Penulis,
Nyoman Sukadana
Karanganyar-Solo-Jawa Tengah
16-10-2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)