Kamis, Juni 30, 2011

MEMAHAMI
HINDU VERSI INDIA DAN HINDU VERSI BALI

Membicarakan Hindu tidak akan ada habisnya ibaratnya tidak akan bisa diukur oleh dalamnya samudra, sehingga yang diperlukan adalah memahami, menghayati, dan mengamalkannya tidak perlu menjadikan polemik. Yang perlu terus didiskusikan (bukan Polemik) adalah tradisi/kebiasaan yang selalu melekat pada Hindu yang selalu mengikuti kebiasan setempat, dimana saat ini sudah salah kaprah dengan konotasi ”versi” padahal Hindu adalah satu yang tidak perlu dipilah-pilah menjadi Hindu Versi India, Hindu Versi bali, Hindu Versi Jawa, dan lain-lain, yang hanya akan menonjolkan versinya dan mengaburkan Hindunya. Jika mindset kita jadikan seperti ini, maka sesama penganut Hindu akan merasa kita satu faham dan akan mulai menghilangkan perbedaan-perbedaan tradisi yang memang pasti akan selalu ada. Hal ini memang mudah jika penganut Hindu ini berada pada tradisi sendiri-sendiri, contohnya : umat Hindu etnis India yang ada di India dengan umat Hindu etnis bali yang ada di Bali, namun ketika umat Hindu di Bali yang adalah orang Bali melakukan tradisi seperti India, maka ini wajar akan dilihat sesuatu yang lain dari sudut pandang orang Bali lainnya. Sekali lagi jika mindset kita kepada Hindu yang sama ini akan sedikit melemaskan ketegangan, dan mulai bisa menerima kawan-kawan kita yang sedang meningkatkan spiritualnya lewat Hindu dengan tradisi India. Jangan lupa, bahwa tradisi itu akan ber-evolusi secara perlahan dan pasti, sehingga tidak mungkin nantinya ada tradisi India di bali dan tidak mungkin ada tradisi bali di India oleh orang India, masing-masing akan berkembang dengan tradisi masing-masing.

Pengantar diatas mengandung optimisme dan kesadaran kebersamaan, namun jika banyak umat yang belum pada tataran itu, maka Polemik bukan hal yang salah walaupun perlu diluruskan menjadi ”penyamaan persepsi”. Untuk sampai kesitu, maka kita perlu memahami keduanya (Tradisi India dan Bali). Tradisi Bali bukan ada kemarin sore tetapi sudah berproses sejak berbad-abad. Karena tradisi ini ber-proses, maka tradisi jaman leluhur kita, sebut saja jaman Mpu Kuturan menata Bali (sekitar abad X) tentu akan berbeda dengan saat Danghyang Nirarta (Abad XV), untuk mengenal itu coba teliti konsep Kemulan Rong Tiga yang diciptakan Mpu Kuturan dengan yang diwariskan sekarang. Hal lain adalah ada hal yang sudah berbeda Konsep ”Wangsa” pada jaman Dalem Pertama (Kresna Kepakisan) sekitar abad XIII dengan Dalem Waturenggong keturunannya (Abad XV). Hal lain lagi yang lebih teknikal adalah awig-awig yang tentunya sudah ber-proses juga, termasuk tatanan bebantenannya. Untuk itu jika ada penulis yang sangat bertahan dengan tradisi bali, maka tradisi pada era mana yang dijadikan acuan, pada abad XI, abad XV, atau abad XVI ketika Belanda menjajah Bali dengan melegalkan Kasta dan konsep Triwangsa dan Jabanya. Kenapa bicara tradisi dikaitkan dengan kepemimpinan Bali? karena pemimpin dan Pandita (Purohita dan Raja) sangat besar perannya terhadap baik tidaknya suatu tradisi di-masyarakat, itulah sebabnya kita perlu melihat masa lalu jika ingin memahami tradisi warisan leluhur kita sekarang ini. Tradisi warisan leluhur kita sudah tidak utuh tetapi berkembang yang kadang diikuti oleh kepentingan politik sehingga menjadi tidak murni atau tidak selaras lagi.Jika kemudian banyak yang mengkritisi tradisi bali yang keliru, maka itu semata-mata ingin meluruskan tradisi Bali yang tidak sejalan dengan ajaran Hindu, jadi ini tidak ”menghilangkan”. Umat yang tidak setuju dengan tradisi yang keliru akan melakukan hal yang berbeda-beda, ada yang berkomentar (lisan/tulisan), ada yang ikut Sampradaya (walaupun tidak semua karena faktor adat), bahkan yang tidak kita harapkan adalah yang akhirnya pindah agama, Orang-orang Bali (Hindu) yang banyak ikut Hindu dengan tradisi India seperti Hare Krisna, Sai Baba, Ananda Marga, dan lainnya adalah orang-orang yang mendambakan spiritualitas Hindu dimana saat ini di Bali sudah terbungkus oleh adat yang sangat kental dimana ada diantaranya yang perlu diluruskan. Orang Bali yang ikut Sampradaya adalah juga orang yang pada saat yang sama berkecimpung dalam tradisi bali, sehingga mereka ini banyak yang mencoba meng-adaptasikan tradisi India dengan tradisi Bali, seperti pelaksanaan Agnihotra ada yang sudah sangat baik adaptasinya sehingga Agnihotra yang sebenarnya tata cara Hindu yang sering di cap ke Indiaan, dapat dilaksanakan dengan kebiasaan prosesi Puja Stawa seperti kebiasaan Puja Stawa Pemangku di Bali sehingga tidak terkesan ke-Indiaan murni. Namun ada juga yang menurut penulis belum berhasil beradaptasi sehingga terkesan aneh dan dipaksakan.

Sekali lagi biarlah kita menyatu dalam spiritualitas Hindu dan biarlah tradisi/budaya berproses dengan sendirinya sejalan dengan perkembangan jaman karena memang demikian adanya tidak ada budaya yang langgeng atau statis tetapi akan ber-proses terus menerus sejalan dengan waktu, bukti nyata adalah ketika Hindu masuk ke Indonesia lewat bangsa Saka, maka leluhur kita sangat bijaksana melakukan filterisasi sehingga jelas terlihat Hindu yang berkembang di Indonesia sekarang, secara tradisi tidak persis sama dengan yang di India, dan hal itu akan terjadi dengan Sampradaya yang sekarang ini mungkin masih terkesan mayoritas tradisi India namun lama-kelamaan akan larut masing-masing menjadi satu tradisi yang dikemudian hari masih akan disebut tradisi Bali bukan tradisi India. Semoga tradisi yang akan diwariskan kepada anak-cucu kita adalah tradisi yang benar, yaitu yang sejalan dengan ajaran Hindu yang sangat menghargai keselarasan hubungan antara manusia, alam, dan pencipta sesuai ajaran Tri Hita Karana.


Penulis :

Nyoman Sukadana
Karanganyar - Solo - Jawa Tengah
18-12-2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)