Kamis, Juli 23, 2009

BRAHMACARI PONDASI PERJALANAN HIDUP MANUSIA

Menjadi apa kita dalam kehidupan didunia itu sudah ditentukan oleh Hyang Maha Kuasa. Manusia disebutkan sudah memiliki “Talenta”, yaitu bakat yang diturunkan oleh orang tua atau pendahulunya dan dibawa sejak masih dalam kandungan, namun bakat itu tidak serta-merta bisa menjadi profesinya atau spesialisnya. Jika orang tuanya dokter tidak otomatis anaknya pasti jadi dokter, jika orang tuanya president juga tidak otomatis anaknya jadi presiden walaupun dijaman kerajaan tahta kerajaan itu biasanya diturunkan namun sianak tetap harus digembleng dulu dan bakat kepemimpinan mereka tetap tidak sama, termasuk disini adalah jika orang tuanya Pandita tidak otomatis anaknya bisa jadi Pandita . Semuanya memerlukan usaha dan ketekunan luar biasa, sehingga bakat yang ada pada diri orang tersebut bisa diwujudkan menjadi : Keahlian, profesionalisme, atau dalam bahasa rohani disebut menjadi “jati dirinya”.

Dalam Agama Hindu ada salah satu ajaran yang mengatur kehidupan manusia dari baru lahir sampai mencapai usia senja, ajaran itu adalah : “Catur Asrama”, yaitu : Brahmacari (Masa menuntut ilmu), Grahasta (Masa berumah tangga), Wanaprasta (Masa mempelajari ajaran-ajaran kerohanian), dan Biksuka/Sanyasa (Masa mengamalkan ajaran rohani atau menjadi rohaniawan). Fase-fase ini diajarkan agar kehidupan manusia menjadi berguna, bermutu, atau mendatangkan kebahagiaan skala/niskala. Dalam tulisan ini penulis lebih menekankan ajaran Brahmacari sebagai bahasan tetapi bukan menjadikan satu-satunya ajaran Hindu yang harus dijalankan, tetapi ingin menunjukkan, bahwa Ajaran Brahmacari bisa menjadi “Pondasi Perjalanan Hidup Manusia”. Proses belajar itu sebenarnya sudah dimulai sejak Balita dan terus sampai memasuki pendidikan formal dan juga dalam pergaulan dimasyarakat.. Apa yang dialami seseorang akan menjadi hal penting dalam perjalanan hidup manusia setelah dewasa nanti . Berikut kita coba urutkan fase belajar/ atau mencari ilmu ini dari Balita sampai memasuki sekolah formal dan pergaulan dimasyarakat.


KETIKA ANAK BALITA MULAI MELANGKAH

Proses kelahiran manusia adalah proses yang unik, sampai sebelum bayi mulai melangkah dalam tulisan ini belum mempunyai makna-makna apa-apa karena bayi hanya menangis, tertawa, menyusui, tengkurap, dan lain-lain yang semuanya dilakukan dalam posisi belum sempurna sebagai manusia (berdiri tegak). Setelah sekitar 11 bulan, maka mulailah seorang bayi memperlihatkan jati dirinya sebagai manusia yang tegak berdiri siap menghadapi masa depannya. Jati diri sebagai manusia baru pada tingkat fisik belum pada tingkat rohani. Balita ini adalah seorang manusia, sudah tumbuh keinginan-keinginan yang mendorongnya untuk melangkahkan kakinya, seperti : mengambil benda disekitarnya yang menarik perhatiannya, mendekati ibunya untuk memperoleh kasih-sayang, dan banyak daya tarik lainnya . Kesimpulannya “ada suatu keadaan yang mendorong manusia itu melakukan suatu tindakan”, Apa yang mendorong seorang balita melangkahkan kakinya ? yaitu adanya suatu “keinginan” . Jadi “keinginan” adalah daya tarik luar biasa yang menyebabkan manusia itu melakukan suatu tindakan, jika tidak ada keinginan, maka apa yang ada disekitarnya tidak dapat mendorong dirinya untuk melakukan suatu tindakan. Pada saat balita keinginan ini masih belum terkontaminasi, masih bersih/suci. Seorang balita hanya ingin memenuhi nalurinya saja.

Anak Balita Melangkah, dapat memberi pelajaran pada kita, bahwa keinginan-keinginan yang merupakan sifat manusia bisa dikejar, dicari, direngkuh, diperoleh, dengan kebersihan jiwa tanpa merugikan orang lain. Seorang balita karena kebersihan jiwanya malah akan mendorong orang lain untuk membantu Sang balita untuk mencapai tujuannya, jadi kebersihan jiwa ini akan melahirkan kebersihan-kebersihan jiwa disekitarnya. Setiap manusia pernah mengalami menjadi balita,yang berarti juga pada awalnya manusia itu bersih/suci yang selalu membuat bahagia orang lain terutama kedua orang tuanya, jika kita mencoba mem-prediksi seharusnya setelah bayi itu dewasa akan tetap memancarkan kedamaian dimana-mana, tapi kenapa dimana-mana kita jumpai manusia-manusia pembohong, pemfitnah, bahkan pembunuh sesamanya, apa yang salah dari proses balita menjadi dewasa. Mari kita sama-sama mencari jawabannya, untuk itu kita harus masuk kediri sendiri jangan mencari kemana-mana, bayangkan ketika anda masih bayi yang bisa anda ingat, mungkin juga dengan melihat album masa kecil, ceritra-ceritra ibu-bapak dan saudara kita, sehingga sampai benar-benar terkulminasi dan anda “Menjadi balita lagi”.

KETIKA ANAK KECIL MELANGKAH KE SEKOLAH

Di era dimana pendidikan sudah menjadi kebutuhan pokok terbukti dimana-mana setiap orang tua akan berusaha dengan segala upaya agar anaknya bisa bersekolah. Di daerah-daerah miskin dan terbelakang, bantuan-bantuan pemerintah, masyarakat, bahkan badan dunia seperti Unesco, turun membantu mencerdaskan masyarakat agar tidak ketinggalan dengan masyarakat lainnya dibelahan dunia ini. Ditempat-tempat yang sekolah sudah menjadi kebutuhan, maka orang tua menyekolahkan anaknya agar anaknya dapat “Ijasah” dan besok gampang mencari kerja. Ini adalah pemikiran materialistis dan keamanan masa depan, ini bukan suatu kesalahan dan ini tingkat keinginan yang lumrah dari orang tua pada anaknya.

Anak Kecil Melangkah Ke Sekolah, mempunyai makna yang demikian besar bagi anak itu sendiri, bagi orang tua, keluarga, dan masyarakat. Kembali keinginan adalah factor yang mendorong manusia itu melangkah, dalam hal ini adalah “keinginan menambah/memperluas pengetahuan” . Keinginan menambah/memperluas pengetahuan tidak sama dengan keinginan bersekolah. Banyak anak yang justru tidak ingin ber-sekolah, tetapi tidak hilang keinginannya menambah pengetahuan. Anak kecil akan melakukan suatu kegiatan-kegiatan yang bisa menambah pengetahuannya melalui bermain, melakukan percobaan sendiri, yang sering oleh orang tuanya dianggap membuang-buang waktu dan dapat mengabaikan sekolah. Jika berlebihan bermain memang, tapi kita sebaiknya sepakat, bahwa mereka sedang menambah pengetahuannya melalui bermain atau eksperimen. Ada makna dalam yang dialami oleh anak kecil yang melangkah ke sekolah. Anda tentu masih ingat pada saat memasuki bangku sekolah pertama (TK atau SD), maka ada sesuatu yang baru yang kita lihat, kita bertemu orang-orang yang berpakaian yang sama, kita disuruh berbaris oleh guru, bahkan sampai dudukpun diatur, disamping itu kita diajarkan berdoa memulai dan mengakiri pelajaran, diajarkan menghormati teman-teman dan guru, dan kita juga diajarkan membaca, menulis, dan berbagai macam pengetahuan. Anak kecil menerima pelajaran dengan wajar, ada yang susah, ada yang gampang, tetapi pada akhirnya semua anak ditargetkan untuk memperoleh nilai tertentu yang akan menunjukkan, bahwa dia akan naik ke-kelas berikutnya yang lebih tinggi. Jika anak kecil menerima pelajaran dengan wajar, kenapa yang terjadi justru pengetahuan sering menjadi sumber mala-petaka. Pengetahuan tentang senjata dipakai untuk mencelakakan sesama, pengetahuan ilmu politik, ilmu hukum dipergunakan untuk mengalahkan sesama. Jadi apa yang salah disini. Coba anda kembali ketika anda duduk di bangku sekolah, adakah dalam benak anda untuk mencelakakan sesama, saya yakin jawabannya “tidak”. Lalu kenapa ada diantara-anda yang menyelewengkan diri sendiri dengan menggunakan ilmu pengetahuan untuk mencelakan orang lain. Seharusnya anda meng-interseksikan diri anda sekarang dengan saat anda dulu bersekolah, mana yang lebih membuat anda senang dan bahagia.

Dari gambaran repleksi diatas, maka banyak hal yang bisa kita pelajari dari diri sendiri dalam suasana mengejar ilmu pengetahuan (Brahmacari), yaitu :
• Manusia memang memiliki bakat bawaan yang bisa digali untuk menjadikan dirinya sebagai „Pribadinya“.
• Untuk mejadi diri sendiri yang profesional, maka perlu ada keinginan, yang menyebabkan timbulnya suatu tindakan untuk mencapai keinginan tersebut. Keinginan ini tetap harus terkendali dan berada pada garis yang benar.
• Proses belajar itu ternyata sudah dimulai sebelum memasuki pendidikan formal, bahkan semasih Balita.
• Pada masa kecil dan anak-anak proses belajar (Brahmacari) ini dijalani dengan wajar tanpa terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan yang bisa membawa dampak tidak baik.
• Setelah manusia berpengetahuan, maka bisa terjadi perubahan dalam aplikasi pengetahuannya yang kadang merugikan fihak lain, sehingga perlu repleksi diri ketika kita masih kecil yang bersih, suci, dan membawa kebahagiaan sekitar kita.
• Proses belajar (Brahmacari) yang benar bisa menjadikan kita orang yang berguna bagi orang lain, profesional, bersih/suci, sehingga pantas kalau kita jadaikan „FASE BRAHMACARI SEBAGAI PONDASI PERJALANAN HIDUP“ untuk meraih kebahagian skala/niskala, Moksartam Jagadhita.






Penulis,


Nyoman Sukadana
Karanganyar – Solo – Jateng 57771 31-10-2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)