Kamis, Juli 23, 2009

PERAN-PERAN DALAM KEHIDUPAN

Berperan apa kita dalam kehidupan ? adalah sebuah pertanyaan yang sangat susah untuk dijawab, karena jika manusia sudah tahu jawabannya, maka sebenarnya dia sudah mengenal Jati Dirinya. Dalam kehidupan sehari-hari ada orang yang begitu damai, kesana-kemari memberikan nasihat, bantuan keuangan, dll. sehingga orang seperti itu akan banyak menarik simpati orang lain. Dilain fihak ada orang yang kehidupannya diwarnai dengan kritik, mendebat, dan kekerasan wacana lainnya. Orang seperti ini akan mudah menimbulkan antipati terutama bagi orang atau fihak yang dikritik atau didebat. Kalau kita mencoba bertanya kepada orang yang kedua ini kita akan heran, karena ternyata tindakan yang dilakukannya tidak yang dia inginkan, karena naluri manusianya juga menginginkan kedamaian, lalu apa atau siapa yang mengatur semua ini yang telah menyebabkan orang bisa berlaku damai ataupun penuh kritikan ?.

Jika kita mencoba menelaah dengan bahasa hati atau lebih jauhnya dengan bahasa rohani, akan terlihat ada Peran-Peran yang harus dilakoni oleh manusia. Peran ini sangat bervariasi yang kadang-kadang peran satu dengan lainnya saling tarik menarik atau bertentangan. Mungkinkah ini yang disebut Rwa Bhineda, Pradana-Purusa, atau positif-negatif, yang telah mengakibatkan kehidupan ini bergerak atau berkelanjutan. Jika kita cermati lagi tetapi dipersempit pada dua hal diatas (Damai dan penuh kritik/debat), maka peran yang berciri nasihat muncul, karena memang ada yang perlu dinasehati, jika peran itu berciri bantuan materiil karena memang ada kemiskinan yang perlu bantuan materiil, dan jika peran kritik yang tajam atau debat yang keras cirinya, itupun karena ada yang perlu dikritik dengan tajam. Kalau manusia tidak melakukan peran itu, mungkinkah kehidupan ini berlanjut ?. Dalam keseharian kehidupan manusia, bagi yang sedang menjalani Peran Damai, maka akan menganggap Peran pendebat, pengkritik adalah cara yang salah dan tidak perlu dilakukan, padahal kemampuan manusia sangat terbatas untuk tahu bahwa peran orang lain itu salah atau benar, karena siapapun kita, maka sebenarnya adalah alat yang tugasnya memainkan Peran yang sudah digariskan buat kita. Intinya adalah bagaimana kita menjalani peran kita itu dengan benar sesuai dengan ajaran agama dan hati nurani. Apakah artinya itu ? dalam bahasa rohani, hati nurani itu selalu benar, dan akan mengarahkan kita melakukan hal yang benar , sehingga jangan pernah ragu untuk menjalankannya. Dalam ajaran Hindu Tri Kaya Parisudha adalah pencuci yang paling ampuh untuk membuat hati nurani ini bersinar terang benderang laksana mutiara, sehingga memberi petunjuk pada kita akan Peran kita yang sesungguhnya.

Ada seorang kawan yang mengirimkan penulis sebentuk kisah yang isinya adalah nasihat yang sangat baik untuk dijalankan dan dijadikan bahan renungan, inti ceritra itu mengajarkan kita untuk introspeksi sebelum melakukan sesuatu. Kriman tersebut penulis simpan baik-baik dan akan ditularkan kepada orang yang dalam Perannya membutuhkan itu. Dari cara yang dilakukan Si kawan itu, maka dia termasuk pemeran damai dan akan tidak sejalan dengan Pemeran yang kedua diatas. Ada lagi kisah seorang kawan yang mencoba untuk arif dan bijaksana tenang tentram tanpa ada perselisihan. Dia mencoba menasehati kawannya yang dinilai terlalu vocal atau kritis terhadap orang lain. Sang kawan yang dinasehati yang rupanya melakukan sesuatu murni atas dorongan hati nurani tanpa pamrih apapun, balik mengajak untuk refleksi diri sambil menuntun dengan ceritra-ceritra dan pertanyaan-pertanyaan, apa yang terjadi kemudian, ternyata si kawan yang ingin berlaku arif dan bijaksana ini ternyata Takut dan Ewuh Pakewuh/ sungkan. Sehingga berbalik sang kawan yang vocal ini yang kemudian menasehatinya, bahwa DALAM MENYAMPAIKAN KEBENARAN TIDAK BOLEH ADA PAMRIH ATAU KEPENTINGAN APALAGI KETAKUTAN dan hal ini baru bisa dihayati jika kita sering berdialog dengan hati nurani. Jika kita belum mencapai tataran itu, maka sebenarnya kita tidak pernah tahu apakah kita ini benar atau salah. Dua kisah diatas jelas terlihat, bahwa rasa takut, sungkan, pamrih, kepentingan atau tidak mengenal peran orang lain, telah membutakan kita untuk menyampaikan kebenaran, yang berarti kita telah keliru atau kurang sempurna dalam menjalankan Peran kita, sehingga tidak akan mengakibatkan perbaikan disekitar kita

Terakhir, memalui tulisan ini penulis mengajak kita sama-sama untuk belajar menuju Profesionalisme dalam Peran, dan mencoba mengerti Peran orang lain, kita mungkin bisa salah juga bisa benar tapi biarlah hati nurani yang membimbing. Khrisna sendiri dalam Peran memberi keadilan kepada Pandawa dan menghukum Korawa, tetap memperoleh hukuman dengan musnahnya negeri Dwaraka setelah Perang Bharata Yudha usai, tetapi Khrisna telah berhasil menjalankan Peran sehingga Pandawa yang ditindas dapat memperoleh haknya dan Korawa juga memperoleh haknya. Kita tidak perlu seperti Khrisna, yang penting lakukan saja Peran kita dengan benar, maka kita telah menyumbang perdamaian bagi umat manusia. Biarlah hati ini menggambar kedamaian supaya badan ini bisa mewarnai dengan tindakan. MOKSARTHAM JAGADHITA YA CA ITHI DHARMA.



Penulis,


Nyoman Sukadana
Karanganyar-Solo-Jawa Tengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)