Selasa, Juli 21, 2009

PENGHARGAAN SEORANG PRESIDEN KEPADA IBU



Kasih Ibu sepanjang jaman , demikian kalimat yang sering kita dengar yang bermakna betapa besarnya kasih sayang seorang ibu. Dalam ceritra Mahabharata juga kita saksikan bagaimana Pandawa Lima sangat menghormati ibundanya, yaitu Dewi Kunti, bahkan Duryudana yang dikenal dalam kisah Bharata Yudha sebagai fihak yang lalim/ jahat juga sangat menghormati ibunya sehingga mengikuti perintah ibunya agar datang kehadapannya dalam keadaan telanjang bulat seperti halnya waktu bayi, karena ibunya akan memberi anugrah kekuatan . walaupun akhirnya tingkat bakti Duryudana kepada ibunya ternyata tidak sepenuhnya karena ketika berjumpa dengan Kresna, maka Duryudana terpengaruh oleh perkataan Kresna yang mengatakan, bahwa adalah tidak sopan seorang anak datang menjumpai ibunya dalam keadaan seperti itu. Duryudana kemudian menutupi alat vitalnya dengan daun, sehingga kekuatan Ibu Gandari melalui pancaran matanya tidak bisa menyelimuti seluruh tubuh Duryudana karena alat vitalnya ditutupi daun pisang. Ini adalah strategi Kresna sehingga ini akan menjadi kelemahan Duryudana saat nanti bertarung dengan Bima di Kurusetra. Strategi Kresna ini benar disatu sisi, yaitu „Etika“ yang benar juga bagi Ibu Gandari dari sisi kasih-sayang seorang ibu pada anaknya, disinilah kebutaan Duryudana akan hakikat bakti pada Ibunya. Bentuk ketidak tulusan seorang Duryudana adalah cermin dari seorang anak yang tidak patuh pada orang tua sehingga akan menemui petaka dalam hidupnya. Budaya hormat pada orang tua terutama pada Ibu masih dipertahankan dalam tradisi Jawa sehingga bagi umat Jawa ada tradisi Sungkem seorang anak pada orang-tua terutama pada ibunya. Budaya hormat pada orang tua di Bali atau orang Bali yang sudah merantau bentuknya sedikit berbeda tetapi mempunyai makna yang sama dimana tradisi bakti ini diwujudkan dalam bentuk bakti pada leluhur /Kawitan baik melalui Pitra Yadnya (Ngaben) atau setelah leluhur meraga Dewa Hyang dan bentuk pemujaan kawitan lainnya.

Adalah Ir. Sukarno , Presiden I Indonesia yang sangat mendalami hakekat bakti pada orang-tua terutama Ibunya. Budaya Jawa yang dianut dari ayahnya R. Sukemi Sosrodihardjo, dilaksanakan dengan baik sehingga disetiap kesempatan beliau selalu Sungkem pada ayah-ibunya. Mungkin merasa belum cukup rasa bakti pada ibunya sehingga ada suatu kejadian yang luar biasa telah dilakukan oleh Presiden Sukarno pada tahun 1958 di Tampaksiring Bali. Sesuai dengan ceritra yang disampaikan kepada penulis oleh Ida Pandita Mpu Kerta Warsa Nawa Putra dari Geria Taman Agung Wilaya Asrama, Baleagung, Desa adat Buleleng, Singaraja. pada kesempatan penulis tangkil (hadir di Gria Pandita/Brahmana) beberapa waktu yang lalu, maka Pandita Mpu yang secara kekerabatan masih sepupu-mindon dengan Ibu Megawati, menceritrakan, bahwa pada tahun 1958 itu Presiden Sukarno mengundang beberapa keluarga Baleagung Singaraja asal ibunda Presiden Sukarno agar datang ke Tampaksiring. Seperti biasa setelah menanyakan keadaan keluarga di Baleagung Presiden Sukarno menyampaikan keinginannya untuk memberikan anugrah kepada Ibundanya. Oleh keluarga di Baleagung dijawab, bahwa sehubungan bapak adalah seorang Presiden dan sekaligus seorang anak dari ibu yang akan diberi anugrah, maka semua keputusan diserahkan kepada bapak. Presiden Sukarno tampak menyambut dengan gembira jawaban dari keluarga Baleagung, maka pada kesempatan yang sudah ditetapkan, dihadapan tamu undangan yang terdiri dari pejabat-pejabat pemerintah Republik Indonesia dan juga tamu undangan dari pejabat tinggi Negara sahabat, maka Presiden Sukarno mengumumkan dengan ini memberi anugrah kepada Ibunda Ni Nyoman Rai Srimben dengan nama baru Ida Ayu Nyoman Rai Srimben. Setelah itu disetiap kesempatan nama tersebut selalu menjadi sebutan bagi ibunda Presiden Sukarno tercinta. Dikemudian hari banyak muncul otobiografi atau kisah singkat tentang Presiden Sukarno yang menyimpang dengan keadaan sebenarnya, ada yang mengatakan Ibunda presiden Sukarno keturunan Raja, keturunan bangsawan atau lainnya yang pada tahun 1970 telah diluruskan oleh Ida Pandita Mpu Kerta Warsa Nawa Putra (sebelum beliau jadi Pandita). Jika disebutkan Ibunda Presiden Sukarno adalah keturunan Brahmana masih bisa dibenarkan, sebab keluarga Baleagung adalah Trah Pasek, dimana leluhur Pasek adalah Sapta Pandita (Tujuh Pandita bersaudara), sedangkan Sapta Pandita adalah keturunan dari Mpu Gnijaya yang tertua dari Panca Tirta (Mpu Gnijaya, Mpu Semeru, Mpu Ghana, Mpu Kuturan, Mpu Bharadah), jadi darah Brahmana/Pandita memang ada pada diri Ibunda Presiden Sukarno.

Penghargaan Presiden Sukarno pada ibunya , adalah contoh yang sangat baik untuk ditiru oleh siapa saja apalagi jika sudah menjadi orang terkenal. Didalam ajaran Weda banyak sekali ajaran-ajaran yang menekankan tentang pentingnya bakti seorang anak pada ibunya. Dalam ceritra Melayu Kisah Si Malinkundang juga diberi contoh bagaimana celakanya seorang anak yang tidak mengakui ibunya setalah dia sukses menjadi orang terpandang. Sehingga mari kita berlomba-lomba untuk meningkatkan bakti kita pada Ibu dengan berbagai cara secara tulus sesuai kemampuan kita, walaupun hanya sekedar menanyakan kesehatannya via telepon jika kita tinggal berjauhan, karena bagi seorang ibu perhatian adalah hal yang sangat penting yang kita sering malas atau lupa melakukannya karena disibukkan oleh kegiatan rutin, sehingga melupakan ibu kita, padahal sangat jelas disampaikan dalam ajaran Hindu, yang jika disimpulkan : Kebahagiaan dan kesuksesan seorang anak dalam perjalanan hidupnya sangat kuat didasari oleh tingkat bakti pada ibunya.




Penulis,


Nyoman Sukadana
25-11-2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)