Selasa, September 01, 2009

PEM-BOM ITU TIDAK MENGENAL AJARAN TAT TWAM ASI

Belum lama ini kita dikejutkan oleh terjadinya Bom dikawasan wisata jimbaran-Kuta yang kemudian dikenal dengan istiah BOM Bali II. Kejadian yang kedua di Bali ini disamping kejadian lainnya diluar Bali kembali menimbulkan banyak pertanyaan bagi kita, kenapa orang begitu mudah dan tega melakukan tindakan membunuh orang lain, bahkan untuk kasus ini disinyalir juga tindakan bunuh diri. Tidakkah mereka menyadari, bahwa tidak ada pembenaran atas pembunuhan orang lain seperti itu dengan dalih apapun. Jika menyimak apa yang dilakukan, maka bisa ditarik kesimpulan, bahwa mereka itu tidak mengenal ajaran ”Tat Twam Asi”. Jika mereka mengenal ajaran ini, maka tidak mungkin mereka tega menyakiti orang lain apalagi melakukan tindakan pembunuhan, karena Tat Twam Asi mengajarkan kepada kita, bahwa semua mahluk ciptaan Tuhan itu sama dan harus saling mengasihi. Ajaran ini akan menimbulkan usaha-usaha untuk terjadinya keselarasan terhadap tiga hal yang dalam agama Hindu disebut dengan ”Tri Hita Karana”, yaitu : Keselarasan antara Manusia dengan Sang Pencipta, keselarasan antara manusia dengan manusia, dan keselarasan antara manusia dengan alam (binatang & tumbuhan).

Atas kasus seperti ini yang sudah dicap sebagai terorisme, ada berbagai pendapat yang muncul dimasyarakat, salah satunya mengatakan ini sentimen agama. Saya katakan tidak, ini bukan sentimen agama dalam pengertian agama satu sentimen pada agama yang lain. Ini adalah tindakan orang yang salah mengartikan ajaran agama, kenapa begitu ?. Saya pernah berdiskusi dengan teman Muslim, dan terungkap, bahwa diajaran agamanya juga mengenal serupa Tri Hita Karana diatas, jadi ada bentuk penghargaan juga kepada orang lain sebagai mahluk yang sama ciptaan Tuhan Teman-teman dari Kristiani juga tidak akan melakukan itu karena Nabinya (Yesus) justru berkurban karena kasih sayangnya pada umat manusia, juga umat Bhudda tidak akan melakukan itu. Jadi tidak ada agama apapun yang membenarkan tindakan Pemboman seperti itu. Jadi tepatnya ini adalah tindakan para pengikut Bhutakala. Menghadapi hal ini banyak kita lihat fenomena masyarakat, ada yang tenang dan berdoa kepada Hyang Widhi, ada yang berdemo menuntut otak pelaku segera diketemukan dan diganjar hukuman setimpal, Raditya juga menyediakan websitenya menjadi wacana solidaritas berupa ajakan berdana punia dan berbagi pendapat, dan banyak usaha-usaha lainnya Secara umum orang Bali menghadapinya dengan tenang tidak terpancing emosinya, walaupun bukan berarti berpangku tangan atau dalam bahasa umumnya ”cuek saja”. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi situasi ini, yang paling penting adalah semakin meningkatkan ”bhakti” pada Hyang Widhi dan Bhatara Kawitan. Saya hanya berharap hal ini bukan diartikan sebagai sentimen agama. Banyak umat Muslim di Bali yang sudah beranak pinak sejak dahulu dan pasti ikut prihatin atas kejadian ini, contoh saja bekas guru dan Kepala Sekolah saya di SMEPN Singaraja namanya Bapak Anwar,BA. Saya mengenal beliau adalah orang yang sangat baik. Yang selalu ada dalam pikirannya adalah bagaimana agar orang bisa bersekolah tidak terbentur masalah biaya (SPP. Dll) karena beliau pernah mengalami hal ini waktu bersekolah dulu. Didalam tindakan beliau ini tidak pernah membedakan agama apa orang yang dibantunya. Banyak lagi contoh-contoh seperti ini yang sayang sekali kalau kita kaitkan Pem-Boman ini dengan masalah sentimen Agama. Kita juga tentu pernah merasakan kerukunan dengan umat beragama lainnya baik dari Kristiani, dan Bhuda, sehingga kita harus bijaksana dan pikiran jernih memilah-nilah kasus ini. Yang perlu kita cermati adalah ”Personnya” ini adalah masalah person-person atau kelompok yang memang tidak mengenal arti nikmatnya keselarasan hubungan antar manusia, ini yang perlu diwaspadai. Jika ada oknum yang memang sengaja agar terjadi perselisihan agama di Bali juga di Indonesia, maka ini yang diwaspadai. Jika ada umat yang menyebarkan agama kepada umat yang sudah beragama Hindu dengan iming-iming materi, maka ini yang harus kita tentang, tapi kita jangan salahkan Agamanya, karena masih banyak umat yang benar mengamalkan ajaran agamanya dan mereka mengenal Tat Twam Asi..

Bagi kita mungkin ini adalah pelajaran berharga yang perlu diambil segi positifnya. Sejalan dengan Slogan ”Ajeg Bali” yang lebih dikuatkan menjadi ”Ajeg Hindu”, maka sudah waktunya kita kembali kepada ajaran Hindu yang benar, mungkin kita mulai memikirkan sektor selain Pariwisata misalnya pertanian, mungkin kita perlu lebih hati-hati menjual tanah/rumah atau menerima tamu kost orang luar bali, mungkin kita mulai lebih mengefektifkan ”Pecalang” yang biasanya muncul pada Nyepi tapi sekarang lebih difungsikan yang bisa membuka lapangan kerja baru bagi penduduk Bali, mungkin kita perlu lebih mempererat ikatan Soroh dan jangan merasa lebih tinggi karena kita sesama orang Bali dan dulunya juga bersaudara, dan banyak hal positif yang bisa dilakukan jika kita bisa mengambil manfaat dari setiap kejadian. Juga bagi orang Bali yang ada di perantauan , sudah saatnya juga mulai merapatkan barisan sebagai sesama saudara yang merantau, walaupun bukan berarti kita menjadi fanatisme suku karena ada suku yang lebih besar lagi, yaitu : Bangsa Indonesia.

Terakhir, saya jadi teringat dengan kisah-kisah Mpu Kuturan pada abad XI, begitu ahlinya beliau mempersatukan sekte-sekte Hindu yang bertentangan sehingga pulau Bali waktu itu menjadi aman sejahtra, begitu strategis pemikiran beliau sebagai ”Arsitek Desa Pekraman”, sehingga mampu membuat Bali tidak bisa dimasuki oleh penyebaran agama lain yang sudah menguasai Majapahit, tapi dijaman globalisasi ini ternyata ada pekerjaan rumah buat kita untuk bersama meimikirkan suatu strategi yang tepat agar Bali kembali aman dan damai seperti jaman Mpu Kuturan, karena jika Bali aman sehingga Wisatawan semakin banyak yang berkunjung ke Bali berati juga sesuatu yang baik bagi Indonesia melalui sumbangan dari sektor Pariwisata. Selamat berbenah Bali, bangunlah dari tidurmu dan bukalah pandangannmu sampai jauh melintasi pulau-pulau lainnya di Indonesia dan kepelosok dunia.





Penulis,


Nyoman Sukadana
Karanganyar-Solo-Jawa Tengah
16-10-2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bagi yang ingin memberi komentar, masukan, rembug, atau sejenisnya dengan etis dan kesadaran untuk kebaikan bersama (Salam Pemilik Blog)